Notification

×

Iklan

Iklan

Bagaimana Hukumnya Tidur di Masjid? Inilah Penjelasan Ulama

Selasa, 04 November 2025 | 23.29 WIB Last Updated 2025-11-04T16:30:56Z

Foto, banyak orang muslim yang tidur di masjid.

Queensha.id - Edukasi Islam,


Masjid sejatinya adalah rumah Allah SWT yang merupakan tempat setiap insan mencari kedamaian, berlindung, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dalam sejarah Islam, masjid tidak hanya difungsikan sebagai tempat ibadah ritual, tetapi juga sebagai pusat kehidupan sosial umat. Namun, fenomena yang terjadi kini justru memperlihatkan pergeseran nilai: banyak masjid megah berdiri, tetapi kehilangan sifat ramahnya.


Pada masa Rasulullah SAW, Masjid Nabawi menjadi ruang terbuka untuk semua kalangan. Tidak ada sekat antara yang berilmu dan awam, antara yang kaya dan miskin, bahkan antara muslim dan non-muslim. 


Dikisahkan, seorang sahabat bernama Thamamah yang ceritanya sebelum masuk Islam sering bermalam di Masjid Nabawi tanpa larangan dari Nabi. Inilah dasar yang dijadikan Imam Syafi’i dalam menetapkan bahwa tidur di masjid hukumnya mubah (boleh). Jika seorang non-muslim saja diperbolehkan beristirahat di masjid, maka apalagi seorang muslim.


Namun kini, wajah sebagian masjid berubah. Pengelola sering menutup pintu setelah salat berjemaah, dengan alasan menjaga kesucian tempat ibadah. Anak-anak yang sedang belajar berinteraksi di masjid sering dimarahi karena dianggap mengganggu kekhusyukan. Bahkan, orang yang sekadar beristirahat pun terkadang diusir keluar.


Padahal, tidak ada satu pun dalil dalam Al-Qur’an dan hadits yang membatasi fungsi masjid hanya untuk ritual sakral. Rasulullah SAW sendiri pernah membiarkan sahabat-sahabatnya melakukan kegiatan sosial di dalam masjid, termasuk bergulat dan berolahraga ringan. Diriwayatkan dari Aisyah ra., Nabi SAW pernah bergulat di dalam masjid dan disaksikan Umar bin Khattab, yang akhirnya memahami bahwa masjid juga berfungsi sosial.


Kisah lain datang dari rumah tangga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah ra. Ketika Rasulullah mencari menantunya, beliau menemukan Ali sedang tertidur di masjid dengan tubuh berdebu. Nabi lalu berkata dengan lembut, “Bangunlah, hai Abat-Turab (wahai yang berlumur debu).” Dari hadits ini pula, para ulama sepakat bahwa tidur di masjid bukanlah hal yang dilarang, bahkan bisa menjadi wujud kasih sayang sosial terhadap sesama.


Mazhab Syafi’i dan Maliki sama-sama menekankan nilai kemanusiaan di dalam fungsi masjid. Meskipun sebagian menganggap makruh bagi orang yang sudah punya rumah untuk tidur di masjid, prinsip dasarnya tetap: masjid adalah tempat aman dan teduh bagi siapa pun yang membutuhkan.


Sudah saatnya pengelolaan masjid di Indonesia mengembalikan nilai keasliannya: ramah, terbuka, dan meneduhkan. Masjid bukan hanya tempat sujud, tetapi juga ruang sosial tempat umat belajar, beristirahat, bersilaturahmi, dan memperkuat solidaritas.


Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik tempat di muka bumi adalah masjid.” Maka seyogianya, rumah Allah ini tidak menjadi bangunan mewah yang tertutup, melainkan pelukan luas bagi umat manusia yang mencari kedamaian.



***

Sumber : Prof. Dr. M. Ishom El Saha, Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Tim Redaksi Queensha Jepara, 4 November 2025.