Notification

×

Iklan

Iklan

Buah Juwet, Si Hitam Manis yang Mulai Dilupakan Generasi Z Jepara

Minggu, 02 November 2025 | 21.53 WIB Last Updated 2025-11-02T14:54:04Z

Foto, buah Juwet atau buah Jamblang.

Queensha.id - Jepara,


Di tengah maraknya tren makanan modern dan buah impor, nama buah Jamblang atau yang dikenal juga sebagai buah Juwet di wilayah Jepara, kini terdengar semakin asing di telinga generasi muda, terutama kalangan Generasi Z. Padahal, buah berwarna ungu kehitaman ini dulu begitu akrab dalam kehidupan masyarakat desa, bahkan memiliki nilai sosial dan budaya yang tinggi.


Buah Jamblang (Syzygium cumini) termasuk keluarga jambu-jambuan yang tumbuh subur di wilayah tropis seperti Indonesia. Tanaman ini kerap ditemukan di halaman rumah, dekat sumber air, atau di area perkampungan. Selain buahnya yang memiliki rasa manis sepat dan kaya antioksidan, pohon jamblang juga dikenal sebagai simbol penghormatan terhadap alam.


Namun kini, keberadaan pohon jamblang semakin langka. Modernisasi dan pergeseran gaya hidup membuat tanaman yang dulu mudah dijumpai di pekarangan kini hampir punah di beberapa wilayah.



Nilai Budaya dan Ekologis yang Terlupakan


Menurut keterangan dari laman Kehutanan dan Konservasi Daya Air Lamongan, masyarakat adat di beberapa daerah bahkan menganggap pohon jamblang sebagai pohon keramat yang tidak boleh ditebang sembarangan. Selain menjaga keseimbangan alam, pohon ini diyakini memiliki nilai spiritual dan menjadi bagian dari kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.


Selain itu, di wilayah kabupaten Jepara sendiri, buah juwet memiliki kenangan tersendiri bagi warga yang tumbuh di era 1980–1990-an. Dulu, pohon juwet sering dijumpai di pekarangan, di sekitar sumber air, hingga di pinggiran jalan desa.



Komentar Warga Jepara: Sekarang Anak Muda Banyak yang Tidak Tahu Juwet Itu Apa


Salah satu warga Desa Ngabul, Suroto (58), mengaku prihatin karena generasi muda kini hampir tidak mengenal buah juwet.


“Dulu waktu kecil, kalau musim juwet, anak-anak berebut panjat pohon. Sekarang pohonnya saja sudah jarang. Anak-anak lebih kenal buah impor daripada juwet,” ungkapnya sambil tersenyum mengenang masa kecil.


Senada dengan itu, Siti Aminah (45), warga Desa Krapyak, mengatakan bahwa buah juwet dulu sering dijadikan camilan alami.


“Kalau dulu musimnya, kami bikin rujak juwet. Rasanya sepat-sepat manis, kalau kena tangan bisa ungu semua. Tapi sekarang sudah susah nyarinya, di pasar pun jarang,” ujarnya.


Sementara itu, Ahmad Rifky (23), mahasiswa asal Kecamatan Tahunan, justru baru mengetahui nama buah juwet setelah melihat unggahan di media sosial.


“Saya kira itu buah impor, ternyata asli Indonesia. Sayang banget kalau sampai punah, harusnya dilestarikan,” katanya.



Perlu Gerakan Pelestarian Buah Lokal


Pngamat sosial asal Jepara, Purnomo Wardoyo, menilai bahwa pelestarian tanaman lokal seperti jamblang atau Juwet sangat penting. Selain menjaga keanekaragaman hayati, tanaman ini juga bisa menjadi potensi ekonomi daerah.


“Buah jamblang kaya antioksidan, bisa diolah jadi jus, selai, atau produk herbal. Kalau dikelola serius, bisa jadi ciri khas kuliner lokal Jepara,” terangnya.


Buah juwet bukan sekadar buah masa lalu tapi ia adalah warisan ekologis dan budaya yang mencerminkan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Kini, tantangan terbesar adalah bagaimana mengenalkan kembali buah ini kepada generasi muda, agar si hitam manis itu tak benar-benar hilang dari bumi Jepara.


***

(Tim Redaksi Queensha | Jepara, 2 November 2025)