Notification

×

Iklan

Iklan

Hidup Tak Harus Kaya Raya, yang Penting Cukup dan Beribadah

Sabtu, 15 November 2025 | 10.51 WIB Last Updated 2025-11-15T03:52:39Z

Foto, seorang pedagang kopi keliling yang bersyukur atas apa yang dimiliki.

Queensha.id - Edukasi Sosial,


Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan penuh persaingan, banyak orang mengukur kebahagiaan dari seberapa banyak harta yang dimiliki. Padahal, dalam pandangan Islam, ukuran keberhasilan hidup tidak ditentukan oleh kaya raya, melainkan oleh rasa cukup, ketenangan hati, dan kesungguhan dalam beribadah.


Banyak ulama menekankan bahwa kesejahteraan sejati bukanlah tumpukan materi, tetapi keberkahan yang membuat hidup terasa lapang, meski rezeki tidak berlimpah. Konsep qana’ah yaitu merasa cukup dengan rezeki pemberian Allah untuk menjadi pondasi penting dalam membangun hidup yang damai.


Seorang ulama terkemuka di Indonesia menyampaikan, “Islam tidak melarang umatnya menjadi kaya, tetapi menegaskan bahwa kekayaan sejati bukan pada harta, melainkan pada hati yang merasa cukup. Orang yang qana’ah lebih tenang dan dekat dengan Allah karena ia tidak diperbudak oleh ambisi dunia, " Ustadz Abdul Somad.



Pandangan Islam: Hidup yang Cukup Lebih Membawa Berkah


Dalam ajaran Islam, rezeki adalah ketetapan Allah yang setiap hamba telah memilikinya masing-masing. Yang menjadi perintah bukanlah mengejar kekayaan tanpa batas, tetapi bekerja dengan jujur, menjaga amanah, dan mensyukuri hasilnya.


Beberapa prinsip Islam yang relevan dengan tema ini antara lain:


  • Qana’ah: menerima dan mensyukuri rezeki yang ada.
  • Barokah: rezeki sedikit tetapi membawa ketenangan dan manfaat.
  • Tawakkal: berserah diri pada Allah setelah berusaha.
  • Zuhud: tidak bergantung pada dunia, meski tetap bekerja dan berkarya.


Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan bahwa kesibukan mengejar harta tidak boleh membuat manusia lalai dari ibadah. Islam menempatkan ibadah sebagai prioritas, karena dari hatilah sumber kebahagiaan sejati berasal.



Tekanan Sosial Modern: Kaya Jadi Tolak Ukur?


Pengamat Sosial Jepara, Purnomo Wardoyo, menilai bahwa masyarakat saat ini mengalami pergeseran nilai yang cukup tajam. Banyak keluarga maupun generasi muda yang merasa gagal ketika belum memiliki harta dalam jumlah tertentu.


Menurutnya, standar sosial modern kerap menimbulkan tekanan yang tidak perlu.


“Sekarang banyak orang berlomba terlihat kaya, bukan berlomba memperbaiki kualitas hidup atau ibadahnya. Padahal, menurut kajian sosial, rasa cukup jauh lebih berkorelasi dengan kebahagiaan dibanding kekayaan berlebihan. Banyak masalah rumah tangga di Jepara justru muncul karena ambisi materi yang tidak realistis,” jelas Purnomo.


Ia menambahkan bahwa gaya hidup konsumtif, pengaruh media sosial, dan tren pamer harta sering membuat masyarakat terjebak dalam perlombaan yang tidak sehat.


“Masyarakat perlu kembali pada nilai-nilai kesederhanaan. Islam mengajarkan keseimbangan: bekerja boleh, sukses boleh, tetapi jangan sampai kehilangan makna hidup karena mengejar dunia. Nilai ini penting untuk dipulihkan agar keluarga-keluarga di Jepara lebih harmonis dan tidak tertekan oleh tuntutan sosial,” katanya.



Ketenangan yang Dicari Banyak Orang


Banyak penelitian dan observasi sosial menunjukkan bahwa orang yang hidup sederhana, merasa cukup, dan dekat dengan nilai-nilai spiritual, cenderung lebih bahagia serta lebih kuat menghadapi masalah hidup.


Ketenangan itu tidak bisa dibeli, tetapi dapat diraih melalui:


  • hati yang bersyukur,
  • hidup tidak boros,
  • memperbanyak ibadah,
  • dan menghargai hal-hal kecil dalam kehidupan.



Kaya Boleh, Cukup Lebih Mulia


Pandangan Islam dan analisis sosial sama-sama mengarah pada satu titik penting: hidup tidak harus kaya raya untuk bahagia. Yang terpenting adalah kecukupan, kejujuran, keberkahan rezeki, serta keteguhan dalam beribadah.


Ketenangan hati jauh lebih mahal daripada tumpukan uang yang tidak pernah terasa cukup.


***