| Foto, ilustrasi. Himbauan stop pernikahan dini. |
Queensha.id - Jepara,
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara mengeluarkan himbauan kuat kepada seluruh pemerintah desa dan kelurahan untuk mempercepat upaya pencegahan pernikahan usia anak. Langkah ini dilakukan menyusul tingginya angka permohonan dispensasi menikah di Jepara sepanjang tahun 2025.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Jepara, tercatat 263 permohonan dispensasi menikah hingga Oktober 2025. Angka tersebut menunjukkan bahwa praktik pernikahan dini masih mengkhawatirkan dan membutuhkan intervensi komprehensif.
Sebagai bentuk respons, Pemkab Jepara memperkuat penyelenggaraan Desa/Kelurahan Layak Anak (Dekela) dan program Pencegahan Perkawinan Usia Anak di seluruh wilayah.
Kepala DP3AP2KB Jepara, Mudrikatun, menegaskan bahwa Dekela merupakan bagian dari komitmen nasional menuju Indonesia Layak Anak 2030, sebagaimana amanat Resolusi PBB A/RES/S-27/2-2002 tentang A World Fit for Children.
“Program Kabupaten/Kota Layak Anak kini diperluas ke tingkat desa dan kelurahan agar perlindungan anak bisa dirasakan langsung di lingkungan terdekat,” ujarnya pada Jumat.
Ia menambahkan bahwa Pemkab Jepara berkewajiban melakukan sosialisasi terkait kebijakan perlindungan anak serta memastikan pemahaman pemerintah desa mengenai indikator-indikator Dekela.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah desa diharapkan mampu:
- melakukan pemetaan situasi anak,
- mendeklarasikan komitmen sebagai Dekela,
- membentuk tim pelaksana dan forum anak,
- menyusun kebijakan dan profil perlindungan anak,
- serta merancang rencana pembangunan berbasis pemenuhan hak anak.
Mudrikatun juga menyoroti indikator penting penyelenggaraan Dekela, seperti ketersediaan peraturan desa terkait perlindungan anak, alokasi anggaran khusus, kawasan tanpa rokok, layanan PAUD-HI, taman bermain, ruang baca ramah anak, hingga lembaga konsultasi keluarga.
Selain itu, desa idealnya tidak memiliki kasus perkawinan anak serta memastikan seluruh anak memiliki akses pendidikan dan akta kelahiran.
“Dekela bukan sekadar program administratif. Ini adalah sistem yang membangun norma, struktur, dan proses untuk melindungi serta memenuhi hak-hak anak di setiap lapisan masyarakat,” jelasnya.
Dalam kegiatan sosialisasi tersebut, DP3AP2KB juga menekankan pentingnya penguatan kapasitas SDM, mulai dari tim pelaksana Dekela, forum anak, hingga pendamping desa. Penguatan dilakukan melalui pelatihan, penyusunan SOP, hingga pelayanan langsung kepada anak dan keluarga.
Di sisi lain, proses pemantauan dan evaluasi tahunan menjadi kewajiban pemerintah desa. Laporan tersebut nantinya disampaikan kepada bupati melalui camat sebagai bagian dari evaluasi Kabupaten Layak Anak oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
***