Notification

×

Iklan

Iklan

Ilmuwan Temukan Kunci Baru untuk Cegah Pikun dan Pulihkan Daya Ingat

Senin, 10 November 2025 | 09.04 WIB Last Updated 2025-11-10T02:22:48Z

Foto, ilustrasi. Seorang kakek yang mengalami pikun.

Queensha.id – Edukasi Kesehatan,


Seiring bertambahnya usia, banyak orang mulai merasakan penurunan daya ingat atau yang sering disebut pikun. Namun kabar baik datang dari tim ilmuwan Virginia Tech, Amerika Serikat, yang berhasil mengidentifikasi penyebab utama penurunan memori dan menemukan cara potensial untuk mengembalikan kemampuan otak agar tetap tajam meski usia terus bertambah.


Penelitian yang dipimpin oleh Profesor Madya Timothy Jarome dari Fakultas Ilmu Hewan, Pertanian, dan Ilmu Hayati Virginia Tech ini menelusuri perubahan molekuler spesifik di otak yang menjadi pemicu menurunnya daya ingat seiring penuaan.


“Penurunan ingatan ternyata berhubungan dengan perubahan molekuler tertentu yang dapat ditargetkan untuk diperbaiki,” ujar Jarome, dikutip dari Science Daily (7/11/2025).



Kunci Utama: Proses Poliubikuitinasi K63


Dalam penelitian itu, Jarome dan timnya menemukan bahwa proses molekuler bernama poliubikuitinasi K63 berperan penting dalam mengatur perilaku protein di dalam sel otak. Proses ini memungkinkan neuron untuk berkomunikasi secara efektif dan membentuk memori.


Namun, saat seseorang menua, proses ini mulai berubah.


  • Di hipokampus merupakan bagian otak yang berfungsi membentuk dan mengingat memori—aktivitas poliubikuitinasi K63 justru meningkat.
  • Sementara di amigdala, yang berperan dalam memori emosional, aktivitasnya menurun.


Kedua perubahan ini membuat sistem kerja otak menjadi tidak seimbang, dan akhirnya menyebabkan penurunan daya ingat.


Untuk mengatasinya, para peneliti menggunakan teknologi penyuntingan gen CRISPR-dCas13, guna menurunkan aktivitas berlebih di hipokampus sekaligus meningkatkan fungsinya di amigdala. Hasilnya? Kemampuan memori meningkat secara signifikan.



Menyentuh Gen IGF2, “Pemantik” Memori yang Hilang


Penelitian lanjutan oleh Jarome dan tim juga menyoroti gen IGF2 (Insulin-like Growth Factor 2), yang berperan penting dalam pembentukan memori. Seiring bertambah usia, fungsi gen ini melemah karena proses metilasi DNA, yaitu penambahan penanda kimia pada DNA yang menonaktifkan gen tersebut.


Melalui teknologi CRISPR-dCas9, peneliti berhasil “menghapus” penanda kimia itu, dan gen IGF2 kembali aktif. Dalam uji coba pada tikus berusia tua, kemampuan memori mereka meningkat tajam setelah intervensi dilakukan.


“Kami berhasil mengaktifkan kembali gen yang berperan dalam pembentukan memori. Hasilnya luar biasa yakni hewan dengan usia lanjut menunjukkan peningkatan daya ingat yang signifikan,” terang Jarome.



Harapan Baru untuk Masa Depan


Temuan ini membuka peluang besar bagi pengembangan terapi pencegahan demensia dan Alzheimer di masa depan. Meski masih dalam tahap penelitian pada hewan, pendekatan molekuler dan genetik ini bisa menjadi langkah awal menuju pengobatan manusia.


Jarome menegaskan, waktu intervensi sangat penting.


“Hewan paruh baya yang belum memiliki masalah memori tidak terdampak. Artinya, kita harus bertindak segera saat gejala awal muncul,” katanya.


Penelitian ini menjadi tonggak penting dalam dunia ilmu saraf modern, bahwa kepikunan bukanlah hal yang tak terelakkan, melainkan tantangan biologis yang bisa dipahami dan diperbaiki.


***

(Tim Redaksi Queensha Jepara – 10 November 2025)