| Foto, salah satu contoh penjual makanan cilok keliling. |
Queensha.id – Jepara,
Cilok, makanan berbahan dasar tapioka yang akrab di lidah masyarakat Indonesia, kini tak hanya menjadi jajanan murah meriah, tetapi juga sumber penghasilan menjanjikan bagi banyak pedagang keliling. Di Jepara, sejumlah pedagang cilok mengaku mampu meraup pendapatan Rp200.000 hingga Rp500.000 per hari, bahkan ada yang mencapai keuntungan bersih Rp450.000 pada hari-hari dengan penjualan tinggi.
Fenomena ini sejalan dengan laporan berbagai media nasional yang mencatat beberapa pedagang cilok di daerah lain berhasil meraih omzet belasan juta rupiah per bulan, terutama yang menjalankan usaha dengan skala lebih besar dan strategi pemasaran modern.
Rincian Pendapatan Pedagang Cilok Keliling
Pendapatan pedagang cilok sangat bervariasi, tergantung pada jumlah pembeli, lokasi, dan strategi mereka berdagang. Namun secara umum, data perhitungan di lapangan menunjukkan:
- Omzet harian: Rp200.000 – Rp500.000
- Keuntungan bersih: Sekitar 40% dari omzet
- Penjualan 150–200 tusuk per hari: Omzet dapat mencapai Rp400.000 – Rp800.000
- Pendapatan bulanan: Pedagang dapat menabung minimal Rp500.000 per bulan, tergantung manajemen keuangan
- Potensi ekstrem: Ada pedagang cilok skala besar yang sanggup meraih omzet hingga belasan juta rupiah per hari, meski skala ini jauh berbeda dengan pedagang keliling biasa
Keuntungan yang besar ini membuat bisnis cilok menjadi alternatif ekonomi menarik bagi masyarakat kecil yang ingin memulai usaha dengan modal mini.
Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Beberapa faktor utama yang menentukan pendapatan pedagang cilok antara lain:
-
Jumlah Penjualan
Semakin banyak cilok terjual, semakin besar pendapatan. Pada musim ramai yaitu seperti jam pulang sekolah maka pedagang bisa menjual ratusan tusuk. -
Biaya Operasional
Mulai dari bahan baku, gas, bumbu, hingga perawatan gerobak memengaruhi laba bersih. -
Lokasi Jualan
Tempat ramai seperti sekolah, pasar, dan area perumahan meningkatkan peluang pembeli. -
Strategi Pemasaran
Pedagang yang mulai memanfaatkan media sosial atau pemesanan online cenderung mendapatkan penjualan tambahan.
Suara Warga Jepara: Gede Hasilnya dan Gak Kena Retribusi
Seorang warga Jepara yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa pendapatan pedagang cilok keliling sebenarnya cukup besar.
“Jualan cilok itu gede hasilnya. Dia buat sendiri di rumahnya. Dah gitu gak kena pajak retribusi loh, ya kan dia jual keliling. Misalnya ada petugas pajak yang datang, dia bisa jawab: ‘Kan saya tidak jualan menetap,’” ujarnya.
Menurutnya, satu-satunya tantangan utama pedagang cilok keliling adalah cuaca.
“Repotnya kalau hujan, gak begitu laku,” imbuhnya.
Pandangan Pengamat Sosial Jepara, Purnomo Wardoyo
Pengamat sosial Jepara, Purnomo Wardoyo, melihat fenomena meningkatnya pedagang makanan keliling sebagai cerminan dinamika ekonomi masyarakat akar rumput.
“Cilok keliling ini contoh nyata bagaimana masyarakat kreatif bertahan hidup. Dengan modal kecil, mereka bisa menghasilkan ratusan ribu per hari. Ini membuktikan sektor informal sangat vital di Jepara,” jelasnya, Kamis (20/11/2025).
Namun, Purnomo juga menyoroti pentingnya perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan UMKM jalanan ini.
“Mereka memang tidak kena retribusi karena sifatnya keliling. Tapi di sisi lain, mereka juga tidak mendapatkan perlindungan, tidak punya akses modal, dan rentan ketika terjadi penurunan pembeli,” katanya.
Ia menambahkan bahwa pedagang keliling perlu mendapatkan pembinaan sederhana, seperti pelatihan kebersihan makanan, manajemen keuangan, dan akses peralatan usaha.
“Kalau difasilitasi, pedagang cilok bisa berkembang tanpa menghilangkan karakter kelilingnya. Ekonomi rakyat bisa naik tanpa harus memberatkan mereka dengan aturan yang tidak proporsional,” tutup Purnomo.
Fenomena pedagang cilok keliling di Jepara menunjukkan bahwa usaha mikro tetap menjadi pilar penting dalam menggerakkan ekonomi lokal. Dengan dukungan yang tepat, usaha kecil seperti ini dapat tumbuh dan menjadi sumber pendapatan yang stabil bagi masyarakat.
***
Tim Redaksi.