Notification

×

Iklan

Iklan

Warga Pati Kecewa, DPRD Gagal Makzulkan Bupati Sudewo: Suara Rakyat Seakan Tak Dihitung

Sabtu, 01 November 2025 | 11.15 WIB Last Updated 2025-11-01T04:16:34Z

Foto, pendemo dari warga Pati yang menghendaki memakzulkan Bupati Pati, Sudewo.

Queensha.id - Pati,


Kekecewaan meluas di kalangan masyarakat Kabupaten Pati usai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pati memutuskan tidak melanjutkan proses pemakzulan terhadap Bupati Pati, Sudewo. Keputusan itu sontak memicu reaksi keras warga yang merasa aspirasi mereka diabaikan.


Sebelumnya, wacana pemakzulan muncul setelah berbagai kebijakan Bupati Sudewo dinilai tidak pro-rakyat, terutama terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mencapai hingga 250 persen. Kenaikan itu memantik gelombang protes di berbagai kecamatan dan menjadi bahan sorotan publik selama berbulan-bulan terakhir.


Namun, pada sidang paripurna DPRD Pati, Jumat (31/10/2025), mayoritas anggota dewan akhirnya memutuskan tidak memakzulkan Bupati, melainkan hanya memberikan rekomendasi perbaikan kinerja kepada pemerintah daerah.



Masyarakat Merasa Dikhianati


Keputusan itu membuat sejumlah warga dan tokoh masyarakat menilai DPRD telah gagal memperjuangkan suara rakyat.
Perwakilan Masyarakat Pati Bersatu, Mulyati, menyatakan kekecewaannya saat ditemui di Posko Pati Bersatu.


“Kami sangat kecewa. Dari awal sudah banyak bukti dan temuan kesalahan kebijakan, tapi saat paripurna justru berbalik arah. Orang-orang yang dulu bersuara keras malah diam. Ini menyakitkan bagi masyarakat,” ujar Mulyati, Jumat (31/10/2025).


Ia menilai, hasil rapat paripurna tidak sejalan dengan temuan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket yang sebelumnya telah memeriksa berbagai kebijakan Pemkab Pati. “Kami merasa ada yang tidak beres. Seolah ada tekanan politik yang membuat keputusan ini berubah,” tambahnya.



Hanya Satu Fraksi Dukung Pemakzulan


Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, menjelaskan bahwa dari tujuh fraksi yang ada di DPRD, hanya Fraksi PDI Perjuangan yang secara tegas menyatakan mendukung pemakzulan Bupati Sudewo.


“Sementara enam fraksi lainnya yaitu Gerindra, PPP, PKB, Demokrat, dan Golkar yang menghendaki agar Bupati hanya diberi rekomendasi perbaikan kinerja,” jelas Ali selepas sidang paripurna.


Ali menegaskan bahwa keputusan tersebut diambil melalui mekanisme hukum yang berlaku dan berdasarkan pertimbangan stabilitas pemerintahan daerah.


“Kami tidak ingin gegabah. Semua harus sesuai aturan dan perundang-undangan,” ujarnya dalam konferensi pers.


Namun, pernyataan itu justru menuai respons negatif dari sebagian masyarakat yang menilai alasan tersebut tidak cukup kuat untuk membatalkan pemakzulan.



Rakyat Nilai DPRD Tak Berpihak


Tokoh masyarakat dari Kecamatan Margoyoso, Slamet Widodo, menilai keputusan DPRD mencerminkan lemahnya keberpihakan terhadap rakyat.


“Kami sudah berharap DPRD benar-benar mendengarkan suara rakyat. Tapi nyatanya, keputusan ini justru menunjukkan bahwa kepentingan politik lebih kuat dari kepentingan masyarakat,” ujarnya.


Menurut Slamet, keputusan tersebut berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif daerah. “Kalau wakil rakyat tak lagi berpihak pada rakyat, siapa yang akan menjaga keadilan kebijakan?” katanya.



Aksi Lanjutan Disiapkan


Di tengah kekecewaan publik, sejumlah aktivis mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil dikabarkan sedang menyiapkan aksi demonstrasi lanjutan di depan Gedung DPRD Pati.


Mereka menuntut transparansi hasil rapat paripurna dan penjelasan terbuka mengenai alasan pembatalan pemakzulan yang dianggap tidak sejalan dengan hasil kerja Pansus.


Salah satu tuntutan yang muncul di media sosial adalah desakan agar DPRD membuka notulen dan hasil voting sidang paripurna untuk memastikan tidak ada intervensi politik di balik keputusan tersebut.


Keputusan DPRD Pati ini membuka ruang perdebatan luas di tengah publik: apakah langkah menunda pemakzulan adalah bentuk kebijaksanaan politik, atau justru tanda lemahnya keberanian wakil rakyat menghadapi tekanan kekuasaan.


Ketika aspirasi masyarakat bergema namun tidak ditindaklanjuti secara nyata, kepercayaan publik menjadi taruhan utama.


Langkah DPRD yang memilih jalur “rekomendasi” bisa dianggap aman secara politik tetapi berisiko besar secara moral dan elektoral.


Jika suara rakyat terus diabaikan, maka bukan hanya kebijakan yang akan dipertanyakan, tetapi legitimasi pemerintahan daerah itu sendiri.


***

Reporter: Redaksi Queensha Jepara.
Editor: Vico Rahman.
Tanggal: 1 November 2025.