Notification

×

Iklan

Iklan

Bank Plecit Menggurita di Jepara: Rentenir Berkedok Koperasi, Jerat Warga dari Gang ke Gang

Jumat, 26 Desember 2025 | 12.25 WIB Last Updated 2025-12-26T05:26:33Z
Foto, diduga pegawai bank Plecit di wilayah kabupaten Jepara. Sumber Foto: Akun Facebook.


Queensha.id - Jepara,


Praktik rentenir dengan sebutan bank plecit atau koperasi abal-abal kian merajalela di Kabupaten Jepara. Mereka bergerak senyap namun masif, menyasar warga kecil dengan iming-iming pinjaman cepat tanpa syarat rumit. Di balik kemudahan itu, tersembunyi bunga mencekik yang perlahan menghisap kehidupan ekonomi masyarakat.


Fenomena ini bukan cerita baru, namun skalanya kini semakin mengkhawatirkan. Rentenir tidak lagi tampil terang-terangan, melainkan berkamuflase sebagai koperasi simpan pinjam, lembaga keuangan mikro, hingga kelompok arisan. Modusnya rapi, penagihannya sistematis, dan jaringannya menyusup hingga ke pelosok desa.


Pengamat sosial Jepara, Purnomo Wardoyo, menilai maraknya bank plecit sebagai alarm keras kegagalan perlindungan ekonomi masyarakat bawah.


“Rentenir tumbuh subur karena negara dan lembaga resmi sering kali absen di ruang paling dasar masyarakat. Saat warga butuh uang cepat untuk berobat, sekolah anak, atau sekadar bertahan hidup, yang datang justru bank plecit, bukan lembaga keuangan yang berkeadilan,” tegas Purnomo Wardoyo, Jum'at (26/12/2025).


Menurutnya, praktik ini bukan sekadar persoalan ekonomi, tetapi sudah menjadi masalah sosial dan moral. Banyak korban yang awalnya meminjam ratusan ribu rupiah, namun berujung membayar jutaan karena bunga harian dan denda berlapis.


“Ini lingkaran setan. Harta seolah bertambah di awal, tapi jiwa dan masa depan keluarga hancur perlahan. Banyak rumah tangga di Jepara yang retak, usaha kecil gulung tikar, bahkan ada yang terjerumus pada depresi karena tekanan utang,” lanjutnya.


Purnomo juga mengkritik lemahnya pengawasan terhadap koperasi dan lembaga keuangan informal. Ia menyebut banyak koperasi abal-abal beroperasi tanpa badan hukum jelas, namun leluasa menarik bunga tinggi tanpa sanksi tegas.


“Kalau dibiarkan, bank plecit ini bukan hanya merampok uang rakyat, tapi juga merampok harapan. Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan tokoh masyarakat harus berhenti saling menunggu. Ini darurat sosial,” ujarnya.


Ia mendorong Pemkab Jepara untuk memperkuat literasi keuangan, memperluas akses kredit resmi yang mudah dan murah, serta menindak tegas praktik rentenir berkedok koperasi. Tanpa langkah konkret, masyarakat kecil akan terus menjadi korban sistem utang yang tidak manusiawi.


Maraknya bank plecit di Jepara menjadi cermin pahit bahwa di tengah geliat ekonomi dan pembangunan, masih banyak warga yang terjebak pada praktik keuangan gelap. Ketika hukum dan negara kalah cepat dari rentenir, yang tersisa hanyalah jeritan sunyi di balik pintu-pintu rumah warga.

***
Tim Redaksi.