| Foto, ilustrasi suami istri sedang berhubungan intim. |
Queensha.id - Edukasi Sosial,
Hubungan intim dalam rumah tangga adalah ruang privat yang kerap memunculkan pertanyaan-pertanyaan sensitif, terutama terkait batasan yang diperbolehkan dalam Islam. Salah satu yang belakangan sering mencuat di berbagai forum diskusi adalah soal bolehkah suami melakukan oral pada istrinya yaitu khususnya menjilat vagina di dalam hubungan suami istri yang sah.
Isu ini memancing perdebatan karena menyangkut etika, syariat, dan batasan adab dalam berumah tangga. Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan Islam dan para ulama terhadap praktik ini?
Pandangan Islam: Boleh Dengan Syarat Ketat
Dalam kajian fikih, mayoritas ulama sepakat bahwa perbuatan suami dan istri dalam hubungan intim pada dasarnya halal, selama:
- Dilakukan oleh pasangan yang sah.
- Tidak menimbulkan mudarat (bahaya fisik ataupun psikologis).
- Tidak menyentuh area yang jelas-jelas diharamkan (misalnya anal intercourse).
Al-Qur’an menjelaskan hubungan suami-istri secara umum:
“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai…”
(QS. Al-Baqarah: 223)
Sebagian ulama menggunakan ayat ini sebagai landasan bahwa rangkaian aktivitas seksual suami-istri sangat luas ruang kebolehannya, selama tidak mengandung unsur dosa atau kemudaratan.
Pandangan Ulama Internasional: Kebanyakan Membolehkan
Beberapa ulama terkemuka dalam literatur fikih klasik maupun kontemporer memberikan pandangan sebagai berikut:
1. Ibnu Hazm (Mazhab Zhahiri)
Ia terang-terangan menyatakan hal tersebut boleh, selama tidak melibatkan najis secara sengaja dan tidak menimbulkan bahaya.
2. Syaikh Yusuf Al-Qaradawi
Dalam beberapa fatwanya, Qaradawi menyampaikan bahwa seks oral diperbolehkan, karena tidak ada dalil qath’i yang mengharamkannya. Namun beliau menekankan adab, kebersihan, dan tidak menelan najis.
3. Syaikh Ibn Utsaimin (Ulama Salafi)
Beliau menyebut aktivitas ini makruh, bukan haram. Artinya, tidak dianjurkan tetapi tidak berdosa jika dilakukan. Makruh karena dinilai “kurang pantas” menurut sebagian adab.
Pandangan Ulama Indonesia: Ada Dua Kelompok Pendapat
Di Indonesia, para ulama bersuara lebih berhati-hati. Namun secara umum pendapatnya mengerucut ke dua arah:
1. Kelompok yang Membolehkan (Dengan Syarat)
Ulama seperti:
- Beberapa pengasuh pesantren NU
- Sebagian pengajar fikih kontemporer di kampus Islam
Mereka menilai:
1. Tidak ada larangan eksplisit dalam nash
2. Selama tidak membahayakan
3. Berpegang pada prinsip kebolehan asal dalam hubungan suami istri
4. Syarat utama: tidak menelan cairan najis
Mereka menekankan bahwa kebersihan dan kesepakatan suami istri adalah kunci.
2. Kelompok yang Memakruhkan (Kurang Disukai)
Sebagian ulama Muhammadiyah dan beberapa ustaz yang mengusung pendekatan konservatif menilai:
1. Tidak haram, tetapi tidak pantas
2. Berpotensi menjadi jalan ke perilaku yang dianggap “melanggar adab”
3. Dikhawatirkan menimbulkan efek kesehatan tertentu
Pendapat ini lebih bersifat etis ketimbang hukum fikih mutlak.
Apa Inti Kesimpulan Ulama?
1. Mayoritas sepakat: tidak haram.
2. Sebagian memakruhkan karena alasan adab.
3. Syarat utama: aman, bersih, dan tidak menelan najis.
Tidak ada ulama besar yang memberikan fatwa haram secara mutlak, sebab tidak ada dalil jelas yang melarangnya.
Kesimpulan Tajamnya
Dalam perspektif jurnalistik, perdebatan ini memperlihatkan bahwa:
- Syariat Islam sangat memberi ruang bagi keintiman suami-istri.
- Batasannya bukan pada tindakan, melainkan pada adab dan kebersihan.
- Problem ini sering menjadi kontroversi lebih karena tabu budaya, bukan hukum agama.
Pada akhirnya, hubungan suami istri adalah ranah privat. Islam menetapkan prinsip, "apa pun boleh, selama tidak melanggar dalil, tidak menimbulkan bahaya, dan dilakukan dengan kesepakatan yang sah".
***
Tim Redaksi.