| Foto, pengembangan padi Biosalin di lahan pertanian pesisir kabupaten Jepara. |
Queensha.id - Jepara,
Lahan pertanian pesisir di Kabupaten Jepara yang selama bertahun-tahun tercekik intrusi air laut kini mulai bernapas lega. Wilayah yang sebelumnya identik dengan gagal panen dan lahan tidur perlahan menunjukkan tanda kebangkitan melalui pengembangan padi biosalin, varietas padi yang mampu bertahan di tanah berkadar garam tinggi.
Fenomena banjir rob dan perubahan iklim telah meningkatkan salinitas tanah di kawasan pesisir utara Jawa, termasuk Jepara dan Pantai Utara Jawa Tengah. Dampaknya, padi konvensional sulit tumbuh, produktivitas anjlok, dan pendapatan petani tergerus. Tak sedikit lahan pertanian akhirnya ditinggalkan karena dianggap tak lagi ekonomis.
Menjawab tantangan tersebut, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Pemerintah Daerah mendorong pemanfaatan padi biosalin sebagai solusi adaptif. Inisiatif ini diperkenalkan dalam kegiatan Farm Field Day (FFD) Hilirisasi Inovasi Teknologi Energi Mendukung Ketahanan Pangan yang digelar di Kabupaten Jepara, Rabu (17/12/2025).
Melalui program tanggung jawab sosial perusahaan, PGN memberikan dukungan menyeluruh, mulai dari penyediaan benih dan pupuk, pendampingan budidaya hingga pascapanen, serta penguatan kapasitas petani. Pelaksanaan program melibatkan kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah daerah, kelompok tani, serta dukungan TNI–Polri dalam penyiapan lahan.
Wakil Bupati Jepara Muhammad Ibnu Hajar menilai pengembangan padi biosalin sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam memperkuat ketahanan pangan di tengah tekanan perubahan iklim.
“Ini adalah pemanfaatan lahan tidur pesisir yang selama ini gagal panen akibat intrusi air laut. Kami berharap program ini mampu meningkatkan perekonomian petani sekaligus menghadirkan solusi terintegrasi bagi wilayah pesisir,” ujarnya melalui keterangan pers, Rabu (17/12).
Direktur Keuangan PGN Catur Dermawan menegaskan, program ini bukan sekadar soal panen, tetapi pemulihan fungsi lahan dan ekonomi masyarakat.
“PGN memandang ketahanan pangan sebagai fondasi ketahanan nasional. Padi biosalin menjadi upaya konkret memulihkan produktivitas lahan yang terdampak intrusi air laut,” katanya.
Di Jepara, program diawali dengan penanaman 400 kilogram benih padi biosalin di lahan seluas 5 hektare, yang kemudian dikembangkan hingga 20 hektare. Pengembangan ini melanjutkan implementasi di pesisir utara Semarang seluas 100 hektare, yang menghasilkan 116,95 ton Gabah Kering Panen dengan produktivitas rata-rata 5,85 ton per hektare.
“Angka ini membuktikan lahan pesisir yang sebelumnya dianggap tidak produktif masih memiliki potensi besar jika didukung teknologi yang tepat,” ujar Catur.
Dari sisi riset, BRIN menempatkan padi biosalin sebagai bagian dari strategi optimalisasi lahan terdampak bencana lingkungan. Direktur Fasilitasi dan Pemantauan Riset dan Inovasi Daerah BRIN Wiwiek Joelijani menekankan pentingnya keberlanjutan program.
“Hasil produksi tidak hanya diarahkan untuk konsumsi, tetapi juga untuk produksi benih, agar tercipta kemandirian benih lokal,” jelasnya.
Selain sektor pertanian, PGN juga memperkenalkan teknologi Petasol, yakni pengolahan limbah plastik bernilai rendah menjadi bahan bakar minyak. Teknologi yang sebelumnya dikembangkan di Karimunjawa ini ditawarkan sebagai pendekatan terpadu antara ketahanan pangan, pengelolaan lingkungan, dan transisi energi.
Ke depan, PGN bersama BRIN dan pemerintah daerah berencana mereplikasi model kolaborasi ini di wilayah pesisir lain di Jawa Tengah. Kabupaten Batang menjadi salah satu target pengembangan pada 2026 dengan skala yang lebih luas, sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi kerakyatan secara berkelanjutan.
***