| Foto, seorang laki-laki hampir putus asa. |
Queensha.id - Jepara,
Hidup sering kali terasa tak adil bagi sebagian orang. Namun bagi Abdullah, atau yang akrab dipanggil Dul, warga salah satu desa di Kecamatan Pakisaji, Jepara, hidup seperti rangkaian cobaan yang tak pernah selesai. Terlahir dari keluarga sederhana, pendidikan hanya sampai SMP, pekerjaan serabutan, hingga akhirnya menjadi kuli bangunan dengan upah Rp120 ribu per hari.
Pekerjaan pun tidak rutin. Bila proyek renovasi selesai, Dul kembali menganggur. Tekanan hidup membuatnya pernah tenggelam dalam frustasi, berpikiran negatif, bahkan sempat berhenti salat.
Padahal di lubuk hatinya, ia masih memiliki iman meski sangat tipis.
Ketika Cobaan Datang Bertubi-Tubi
Dalam beberapa bulan kelam itu, hidup Dul semakin sulit. Ia mengalami kecelakaan kecil di proyek bangunan, membuatnya tak bisa bekerja berminggu-minggu. Saat sudah pulih, tak ada satu pun mandor yang mengajaknya bekerja lagi.
Usianya yang saat itu 35 tahun semakin memberatkan: belum menikah, tak punya pendapatan tetap, dan untuk makan saja harus menumpang pada neneknya.
Ketika ada teman yang kembali mengajak bekerja, Dul sempat merasa lega. Namun baru seminggu bekerja, ia kembali mendapat musibah kecelakaan saat membonceng motor rekannya.
Ia menangis, bukan hanya karena luka, tetapi karena seolah nasib selalu memojokkannya.
“Apa salahku… apa dosaku…” keluhnya saat itu.
Pertemuan yang Mengubah Arah Hidup
Hingga suatu hari, Dul dipertemukan dengan Ustadz Rahmat. Pertemuan sederhana yang justru mengubah seluruh jalan hidupnya.
Sang ustadz tidak memberikan ceramah panjang, hanya satu pesan lembut:
“Sampeyan sholat saja, semampu kamu untuk bisa sholat,” ucapnya.
Kalimat sederhana itu justru menembus hati Dul. Ia mulai mencoba salat walaupun pelan-pelan, meski hanya Magrib saja.
Awalnya ia salat tanpa berdoa. Namun perlahan, hatinya mulai tergerak untuk memanjatkan doa singkat.
Anehnya, sejak saat itu, satu per satu pintu rezeki mulai terbuka kembali. Ada tetangga yang memanggilnya bekerja. Ada tukang senior yang mengajaknya ikut proyek kecil. Rezeki memang belum banyak, tetapi cukup untuk makan sehari-hari. Dan itu menjadi titik balik.
Perubahan Kecil, Hasil Besar
Semangat itu terus tumbuh. Dul mulai mau salat Dzuhur di lokasi proyek, meski hanya bermodal air seadanya. Teman-temannya juga memberi nasihat: tetap rajin salat, sambil terus menambah ilmu kerja apa pun yang ditemui di lapangan. Hasilnya mulai terlihat.
Di usia 40 tahun, Dul akhirnya memiliki sepeda motor sendiri. Rezeki kuli bangunan yang dulu naik-turun, kini mengalir lebih stabil. Ia pun semakin menguasai teknik konstruksi dan dipercaya oleh banyak tukang senior.
Tidak lama kemudian, seorang teman menawarkan peluang besar: merantau ke Jakarta dan dijadikan mandor proyek pembangunan.
Dul menerima. Hidupnya berbalik drastis.
Ia tetap ingat pesan Ustadz Rahmat:
“Jaga salat lima waktu," ingatnya.
Keberkahan yang Tak Putus
Di usia 41 tahun, Dul pulang dengan pencapaian yang membuat warga desa bangga. Ia berhasil memperbaiki rumahnya yang dulu hampir roboh, dan bahkan membeli mobil bekas untuk menunjang pekerjaan.
Ketika ditanya rahasianya, Dul selalu menjawab satu kalimat:
“Kalau saya meninggalkan salat, maka rezeki saya pun meninggalkan saya.”
Di usia 42 tahun, kebahagiaannya lengkap. Dul akhirnya dipertemukan dengan calon istri yang salehah, sosok yang menerimanya apa adanya dan melihat keteguhan iman yang kini ia miliki.
Kisah Bangkitnya Seorang Hamba
Hidup Dul adalah pengingat bahwa keterpurukan bisa menjadi pintu menuju hidayah. Dari seorang kuli bangunan yang putus asa, terluka, menganggur, dan hampir kehilangan arah, ia berubah menjadi mandor proyek yang sukses, beriman, dan kini membangun keluarga baru.
Imannya kepada Allah SWT kini semakin kuat. Rezekinya semakin luas.
Dan ia membuktikan bahwa satu langkah kecil (salat semampunya) bisa menjadi awal dari perubahan besar.
***
Tim Redaksi.