Notification

×

Iklan

Iklan

DPR: Debt Collector Sudah Tak Punya Dasar Hukum, Penarikan Paksa Harus Dilarang

Jumat, 19 Desember 2025 | 18.00 WIB Last Updated 2025-12-19T11:02:10Z

Foto, ilustrasi. Seorang jasa penagihan kendaraan bermotor dan mobil, Debt Collector/Depkolektor.

Queensha.id - Jakarta,


Praktik penagihan utang dengan cara paksa kembali menuai sorotan. Anggota Komisi III DPR RI, Nasyirul Falah Amru, menegaskan bahwa keberadaan debt collector dalam penarikan objek jaminan, seperti kendaraan bermotor, secara hukum sudah kehilangan legitimasi dan semestinya dilarang.


Politikus yang akrab disapa Gus Falah itu merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. Putusan tersebut mengabulkan uji materiil terhadap Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.


Menurut Gus Falah, putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga tidak memberi ruang bagi perusahaan leasing maupun pihak ketiga seperti debt collector untuk melakukan penarikan paksa terhadap debitur yang menunggak cicilan.


“MK secara tegas menyatakan bahwa eksekusi objek jaminan fidusia tidak boleh dilakukan sepihak oleh kreditur. Semua harus melalui mekanisme hukum, yakni permohonan ke Pengadilan Negeri,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (17/12).


Ia menambahkan, putusan MK juga melarang keras segala bentuk teror, kekerasan, ancaman, maupun penghinaan terhadap debitur. Praktik penagihan yang mengintimidasi dinilai bertentangan langsung dengan prinsip negara hukum.


“Putusan MK itu sejalan dengan teori negara hukum. Penyelesaian sengketa finansial harus dilakukan secara terbuka, adil, dan bisa diawasi. Karena itu, eksistensi debt collector yang bertindak di lapangan justru bertentangan dengan hukum,” tegas Gus Falah.


Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap kasus-kasus kekerasan yang melibatkan debt collector. Belakangan, insiden pengeroyokan yang menyeret aparat kepolisian turut memicu desakan agar praktik penagihan utang dengan cara-cara premanisme dihentikan sepenuhnya.


Gus Falah menilai, selama penegakan hukum terhadap putusan MK masih lemah, konflik antara debitur dan penagih utang akan terus berulang. Ia mendorong aparat penegak hukum dan otoritas terkait untuk bertindak tegas demi memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat.


***

Tim Redaksi.