Notification

×

Iklan

Iklan

Kades Mendesak Dana Desa, Menkeu Menuntut Tertib: Pergulatan Baru Pengelolaan Anggaran Desa

Rabu, 10 Desember 2025 | 12.37 WIB Last Updated 2025-12-10T05:38:41Z

Foto, ribuan Kepala Desa dari berbagai daerah di Indonesia menyuarakan tuntutan.


Queensha.id - Jakarta,


Ribuan kepala desa dari berbagai daerah di Indonesia turun ke jalan pada Senin (8/12/2025) untuk menyuarakan tuntutan: pemerintah pusat diminta mencabut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025. Regulasi tersebut dianggap menjadi “rem mendadak” yang menghambat pencairan Dana Desa, memunculkan risiko gagal bayar program, serta menambah beban administrasi di akhir tahun anggaran.


Aksi yang berlangsung di Jakarta itu menunjukkan ketegangan baru antara pemerintah pusat sebagai pembuat kebijakan fiskal dan para kepala desa sebagai pihak implementor yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.



Mengapa Kades Protes?


Setidaknya ada dua poin besar dalam PMK 81/2025 yang memicu kemarahan para kepala desa:


  1. Pembekuan Dana Desa Non-Earmark Tahap II. Dalam regulasi tersebut, dana bisa hangus apabila persyaratan tak terpenuhi hingga batas waktu tertentu (tercantum 17 September 2025). Dana yang sebelumnya cair otomatis setelah laporan realisasi kini harus melewati tahapan verifikasi yang lebih ketat.

    Dampaknya langsung terasa:

    • sejumlah desa terancam gagal bayar proyek berjalan,
    • honor guru PAUD, kader Posyandu, hingga perangkat desa terhambat,
    • operasional kantor desa terguncang.
  2. Syarat Baru: Pembentukan Koperasi Merah Putih yaitu Pemerintah mewajibkan desa memasukkan pendirian koperasi ini dalam APBDes sebagai syarat pencairan. Tak sedikit desa yang menilai ketentuan ini datang terlalu mendadak dan tanpa pendampingan teknis yang memadai.


Bagi para kades, aturan ini bukan sekadar administrasi tambahan tetapi ancaman terhadap stabilitas pelayanan dasar di desa.



Pemerintah Pusat: Transparansi Harus Didahulukan


Di sisi lain, pemerintah pusat menilai protes ini tidak melihat substansi yang ingin dibangun PMK 81/2025.


Logika pemerintah jelas yaitu fleksibilitas tanpa akuntabilitas membuka ruang penyalahgunaan anggaran.


Dalam beberapa laporan sebelumnya ditemukan ketidaksesuaian penggunaan Dana Desa di berbagai daerah. Dana cair cepat, tetapi realisasinya tak sejalan dengan tujuan yang direncanakan.


Melalui PMK 81/2025, pemerintah ingin “mengunci” aliran dana dengan memperbaiki tata kelola terlebih dahulu sebelum memberikan kemudahan pencairan. Regulasi ini memaksa desa memiliki:


  • kelembagaan ekonomi yang jelas,
  • tata kelola keuangan yang tertib,
  • pelaporan yang dapat diverifikasi.


Pendek kata, sebelum dana mengalir deras, fondasinya harus benar.


Kritik Terbesar: Sosialisasi Minim, Dialog Terputus


Meski tujuan kebijakan dapat dipahami, cara implementasinya menjadi sorotan.


Para kepala desa menilai:


  • perubahan aturan terlalu cepat,
  • sosialisasi kurang menyeluruh,
  • pemerintah justru banyak berdiskusi dengan forum baru Apdesi Merah Putih, bukan organisasi resmi DPP Apdesi.


Hal inilah yang membuat aksi turun ke jalan menjadi tak terhindarkan.


Secara prinsip, kebijakan publik yang baik tak hanya kuat di atas kertas, tapi juga diterima dan dipahami oleh pihak yang menjalankannya.



Haruskah PMK 81/2025 Dicabut?


Sejumlah analis menilai pencabutan bukan solusi. Dalam tata kelola modern, konsistensi regulasi lebih penting agar pembangunan desa berjalan dengan dasar hukum yang stabil.


Namun pemerintah tetap wajib:


  • membuka ruang dialog,
  • memperbaiki mekanisme transisi,
  • menyiapkan pendampingan intensif,
  • memastikan desa tidak kolaps akibat pengetatan mendadak.


Aksi para kades adalah alarm penting bahwa implementasi kebijakan membutuhkan komunikasi yang terbuka dan berkelanjutan.



Menuju Desa yang Lebih Tertib Anggaran


Pada akhirnya, PMK 81/2025 bukan dibuat untuk menghukum desa, tetapi mengarahkan pengelolaan Dana Desa agar lebih tertib dan tepat sasaran.


Formula alokasi dalam aturan baru juga diperbarui: desa yang benar-benar membutuhkan akan mendapat porsi lebih proporsional.


Desa yang menguatkan tata kelola justru berpeluang memperoleh dana:


  • lebih cepat,
  • lebih aman,
  • dan lebih besar di masa mendatang.


Sebelum meneriakkan, “kembalikan dana kami sekarang”, pertanyaan yang lebih penting adalah apakah desa sudah siap memenuhi standar akuntabilitas yang baru?


PMK 81/2025 membuka jalan baru yang lebih ketat, tetapi juga lebih aman bagi desa yang serius membangun masa depannya.


***

Tim Redaksi Queensha Jepara