Notification

×

Iklan

Iklan

Kakek Masir Dituntut 2 Tahun Penjara setelah Pikat Burung di Situbondo: Antara Hukum dan Usia Senja

Kamis, 11 Desember 2025 | 10.08 WIB Last Updated 2025-12-11T03:10:02Z

Foto, dipenjara 2 tahun, Masir (75) seorang pemikat burung kicau warga Dusun Sejar Putih, Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur yang harus tertunduk lesu setelah mendengar bacaan putusan jaksa penuntut umum.


Queensha.id - Situbondo,


Sosok renta itu tampak lesu ketika mendengar tuntutan dua tahun penjara dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Masir (75), warga Dusun Sekar Putih, Desa Sumberanyar, Banyuputih, kini harus menghadapi proses hukum serius setelah aksinya memikat burung kicau di kawasan Taman Nasional Baluran berujung penangkapan.


Kasus yang bermula dari 2024 itu kembali menyedot perhatian publik. Banyak yang iba melihat usia Masir yang sudah senja, namun di sisi lain aturan konservasi menempatkannya dalam posisi tersangka.



Apa Itu Pikat atau Mikat Burung?


Mikat burung adalah teknik atau metode untuk menangkap burung, biasanya menggunakan jebakan, perangkap, atau alat tertentu seperti lem burung (pulut) dan jaring. Praktik ini kerap dilakukan untuk tujuan hobi (pemeliharaan atau kontes kicau), penelitian, bahkan perburuan.


Teknik mikat bekerja dengan cara memancing burung liar menggunakan pakan, suara tiruan, atau umpan khusus, hingga burung mendekat dan masuk ke area perangkap. Meski dilakukan sebagian orang sebagai bagian dari budaya atau hobi, praktik ini dilarang keras di kawasan konservasi karena berpotensi mengurangi populasi burung dan mengganggu keseimbangan ekosistem.



Tuntutan Dua Tahun Penjara Berdasarkan UU Konservasi


Humas Pengadilan Negeri Situbondo, Hardi Polo, membenarkan bahwa Jaksa telah membacakan tuntutan pada Kamis (4/12/2025). Hukuman dua tahun penjara diminta berdasarkan Pasal 40 B ayat (2) huruf b jo Pasal 33 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5/1990.


“Aturan tersebut memberikan ancaman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp100 juta bagi pemburu atau pemikat burung di kawasan konservasi,” tegasnya, Selasa (9/12/2025).


Masir dinilai melanggar aturan tersebut karena melakukan mikat burung kicau secara ilegal di kawasan Taman Nasional Baluran—yang sepenuhnya merupakan zona perlindungan satwa.



Usia Lansia Tak Mengubah Proses Hukum


Kendati publik banyak yang menyampaikan simpati dan menilai hukuman terlalu berat untuk pria seusianya, Hardi menegaskan bahwa mekanisme restorative justice tidak dapat diterapkan.


“Restorative justice tidak berlaku untuk kasus pelanggaran konservasi di kawasan taman nasional. Keputusan sepenuhnya ditentukan oleh vonis hakim,” ujarnya.


Setelah pembacaan tuntutan, kuasa hukum terdakwa akan menyampaikan pembelaan (pledoi) sebelum majelis hakim menentukan putusan.



Berawal dari Aksi yang Dianggap Sepele


Pada 2024, Masir ditangkap penjaga Taman Nasional Baluran ketika kedapatan sedang memikat burung kicau. Meski bagi sebagian warga hal itu dianggap lumrah, bagi otoritas konservasi tindakan tersebut tergolong pelanggaran serius yang dapat merusak ekosistem dan mengancam keberlanjutan populasi burung liar.


Kini, Kakek Masir hanya bisa menunggu keputusan hakim apakah ada keringanan karena faktor usia, atau vonis tetap mengikuti ketentuan hukum konservasi yang tegas.


***

Sumber: Tribunjatim.

Tim Redaksi.