| Foto, Mahfud MD. |
Polemik hukum yang menjerat Roy Suryo, Dokter Tifa, dan Rismon Sianipar terkait dugaan fitnah dan pencemaran nama baik soal ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo kembali menuai sorotan tajam. Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menilai, penanganan kasus tersebut berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) jika tidak dilakukan secara adil dan terbuka.
Mahfud menegaskan, inti persoalan bukan semata pada tudingan yang dilontarkan Roy Suryo Cs, melainkan pada kejelasan objek yang dipersoalkan, yakni keaslian ijazah. Menurutnya, tuduhan fitnah tidak bisa serta-merta dibuktikan tanpa menunjukkan ijazah asli yang dimaksud.
“Ijazah itu asli atau tidak, tidak boleh bicara identik. Asli apa tidak? Mana aslinya? Karena persoalan intinya kan ijazah asli atau palsu,” ujar Mahfud dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Selasa (16/12/2025).
Ia menjelaskan, dalam prinsip hukum, pihak yang merasa dirugikan dan dituduh seharusnya mampu membuktikan sebaliknya. Meski kaidah “siapa yang mendalilkan harus membuktikan” dikenal dalam hukum perdata, prinsip tersebut juga kerap digunakan dalam perkara pidana.
“Kalau yang mendalilkan membuktikan, yang dituduh itu harus membuktikan yang sebaliknya. Artinya harus membuktikan keasliannya,” jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Mahfud memberi ilustrasi sederhana. Jika ada pihak yang menyatakan ijazah tersebut palsu dengan menunjuk fotokopi atau indikasi tertentu, maka pihak yang merasa dituduh harus mampu menunjukkan dokumen asli untuk menepis tudingan tersebut.
“Kalau dibilang ini palsu, indikasinya ini, fotokopiannya ini. Ya kalau begitu mana aslinya? Tunjukkan. Harus ditunjukkan dong,” katanya.
Ia juga menyoroti peran jaksa penuntut umum yang dinilainya sangat krusial. Sebagai pengacara negara, jaksa seharusnya berani bersikap objektif dan aktif mencari kebenaran materiil, termasuk memastikan keberadaan dokumen asli yang dipersoalkan.
“Jaksa harus mewakili negara untuk mencari yang asli. Kalau tidak, hakim harus berani mengatakan tidak ada kasusnya,” tegas Mahfud.
Menurutnya, tidak adil apabila Roy Suryo Cs langsung dicap melakukan fitnah, sementara objek yang menjadi sumber tudingan belum pernah ditunjukkan secara terbuka di hadapan proses hukum. Ia bahkan menilai hakim berhak meminta kejelasan kepada jaksa terkait dasar pasal-pasal yang digunakan, termasuk Pasal 310 dan 311 KUHP maupun ketentuan dalam Undang-Undang ITE.
“Dia menyatakan ini asli, tapi aslinya enggak pernah ada. Hakim harus minta ke jaksa,” imbuhnya.
Pernyataan Mahfud MD ini mempertegas bahwa penegakan hukum dalam perkara sensitif yang menyangkut figur publik harus dilakukan secara hati-hati, transparan, dan berkeadilan. Tanpa kejelasan bukti utama, proses hukum justru berisiko mencederai prinsip keadilan dan HAM itu sendiri.
***
Tim Redaksi.