Queensha.id - Yogyakarta,
Libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru) membawa berkah nyata bagi pelaku jasa foto busana adat Jawa di kawasan Malioboro, Yogyakarta. Lonjakan wisatawan membuat jasa foto tradisional kebanjiran pesanan, dengan penghasilan harian yang bisa menembus Rp500.000 hingga Rp700.000 per hari.
Sejak pagi hari, kawasan depan Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dipenuhi wisatawan yang mengenakan kebaya, beskap, dan busana adat Jawa lengkap dengan selendang serta aksesori tradisional. Malioboro kembali menjelma menjadi panggung budaya terbuka, tempat tradisi dan kenangan keluarga diabadikan dalam satu bingkai foto.
Salah satu penyedia jasa foto, Irsyad Syarif, mengungkapkan lonjakan pesanan selama libur Nataru tahun ini meningkat tajam dibanding hari biasa.
“Kalau hari biasa yang datang pasangan atau keluarga kecil. Saat liburan bisa dua keluarga dalam satu rombongan. Sehari bisa sampai 27 klien,” ujar Irsyad, Rabu (24/12/2025).
Menariknya, meski permintaan melonjak hingga dua kali lipat, tarif tetap dipatok ramah wisatawan. Sewa baju adat dibanderol Rp20.000, selendang Rp5.000, dan foto Rp5.000 per file. Untuk paket termurah, wisatawan cukup membayar Rp125.000 dan memperoleh sekitar 20 file foto.
“Jam kerja saat Nataru mulai pukul 06.00 WIB, terakhir order jam 15.00 WIB. Kalau hari biasa mulai jam 08.00 sampai 19.00,” jelasnya.
Warga Jepara: Kebaya, Malioboro, dan Rindu pada Budaya
Lonjakan wisatawan tak hanya datang dari kota-kota besar, tetapi juga dari Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Salah satunya Elis Suryani, warga Desa Suwawal, Kecamatan Mlonggo, yang datang bersama suaminya Rois serta ketiga anaknya, Yona, Yogi, dan Yumna.
Elis mengaku sengaja memilih jasa foto busana adat sebagai kenang-kenangan liburan keluarga sekaligus sarana mengenalkan budaya kepada anak-anaknya.
“Kami dari Jepara. Sengaja foto sekeluarga pakai baju adat Jawa supaya anak-anak punya kenangan dan tahu budaya sendiri. Malioboro itu ikonik, ada nilai sejarahnya,” tuturnya, Rabu (24/12/2025).
Lebih dari sekadar foto, Elis merasakan pengalaman emosional saat mengenakan kebaya di tengah keramaian Malioboro.
“Ada perasaan sedikit gugup dan canggung ketika melangkah keluar memakai kebaya di tengah ramainya Jalan Malioboro. Rasanya seperti jadi pusat perhatian karena keanggunan busana ini,” ucapnya sambil tersenyum.
Baginya, kecantikan tidak selalu harus modern.
“Menurut saya, menjadi cantik itu tidak harus yang modern. Dengan berbusana tradisional atau berkebaya justru punya daya pikat dan nilai tersendiri yang abadi,” tambah Elis.
Budaya yang Menggerakkan Ekonomi Rakyat
Ramainya jasa foto busana adat di Malioboro menjadi bukti bahwa budaya lokal masih hidup dan bernilai ekonomi. Tanpa konsep mewah, kesederhanaan tradisi justru menjadi magnet wisatawan di tengah padatnya libur Nataru.
Di saat pariwisata nasional terus bangkit, Malioboro kembali menegaskan perannya sebagai ruang hidup budaya—tempat sejarah, ekonomi rakyat, dan rindu akan tradisi bertemu dalam satu bingkai foto keluarga.
***
Penulis: Elisa Fitriana Prihandari.
Tim Redaksi Queensha Jepara.