Queensha.id - Jepara,
Pemerintah Pusat resmi mengucurkan anggaran jumbo senilai Rp 200 miliar untuk pembangunan Sekolah Rakyat (SR) Jepara. Proyek pendidikan yang diklaim sebagai solusi bagi anak-anak prasejahtera dan Anak Tidak Sekolah (ATS) ini disambut optimisme, namun sekaligus memunculkan tuntutan publik akan transparansi dan pengawasan ketat.
Di tengah besarnya kebutuhan akses pendidikan, dana ratusan miliar rupiah bukan angka kecil. Pengelolaannya menuntut akuntabilitas tinggi agar cita-cita mencerdaskan anak bangsa tidak tergelincir menjadi sekadar proyek mercusuar.
Kampus Megah di Atas Lahan 10,2 Hektare
Sekolah Rakyat Jepara direncanakan berdiri di kawasan Bumi Perkemahan Pakis Adhi, Desa Suwawal Timur, Kecamatan Pakis Aji, dengan luas lahan mencapai 10,2 hektare. Proyek ini mencakup pembangunan 27 gedung dengan fasilitas lengkap, mulai dari ruang kelas modern, asrama siswa, gedung olahraga, hingga sarana ibadah dan dapur umum.
Konsepnya menyerupai mini kampus berasrama. Namun, di balik desain megah tersebut, muncul pertanyaan publik: seberapa efektif model ini menjawab persoalan pendidikan akar rumput di Jepara?
Sasaran Mulia, Tantangan Tak Sederhana
Pemerintah menyebut Sekolah Rakyat Jepara diprioritaskan bagi:
1. Keluarga prasejahtera (desil 1 dan 2)
Anak Tidak Sekolah (ATS) yang sempat putus pendidikan.
2. Dengan target daya tampung hingga 1.000 siswa dari jenjang SD, SMP, dan SMA, sekolah ini membawa misi besar.
Namun, para pemerhati pendidikan menilai, tantangan Sekolah Rakyat bukan hanya soal bangunan, melainkan pendataan siswa yang tepat sasaran, kualitas pendidik, serta keberlanjutan pembiayaan operasional.
“Jangan sampai bangunannya megah, tapi pengelolaan dan mutu pendidikannya tertinggal,” ujar (AD) seorang pengamat pendidikan lokal,
Mulai Jalan, Tapi Masih Sementara
Saat ini, sebanyak 75 siswa jenjang SD telah memulai kegiatan belajar di gedung sementara Balai Latihan Kerja (BLK) Desa Pecangaan Kulon.
Sementara itu, pembangunan gedung permanen di Pakis Aji masih berlangsung dengan target rampung Agustus 2026.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan lanjutan: apakah masa transisi cukup siap menjamin kualitas pembelajaran, sekaligus kesiapan psikologis siswa yang mayoritas berasal dari kelompok rentan?
Anggaran Besar, Transparansi Jadi Kunci
Besarnya anggaran Rp 200 miliar membuat publik berharap adanya mekanisme pengawasan terbuka, mulai dari perencanaan, tender, hingga pelaksanaan pembangunan. Masyarakat menuntut agar proyek pendidikan ini tidak bernasib seperti sejumlah proyek publik lain yang kerap menuai persoalan di tahap akhir.
Sekolah Rakyat Jepara diharapkan benar-benar menjadi jalan mobilitas sosial, bukan sekadar etalase kebijakan. Tanpa pengawasan ketat dan evaluasi berkala, cita-cita mencetak generasi emas justru berisiko tereduksi oleh persoalan klasik birokrasi.
Harapan besar kini bertumpu pada satu hal yaitu apakah Sekolah Rakyat Jepara mampu menjawab problem nyata pendidikan, atau hanya akan dikenang sebagai proyek mahal dengan dampak terbatas?
***
Tim Redaksi.