Queensha.id – Edukasi Sosial,
Pertengkaran rumah tangga yang memuncak sering kali berujung pada ucapan yang disesali. Salah satunya adalah kata cerai yang terlontar saat emosi memuncak.
Namun bagaimana jika seorang suami mengucapkan talak hingga tiga kali, pada waktu berbeda, dalam kondisi marah dan penuh ancaman?
Apakah pernikahan otomatis berakhir?
Pertanyaan inilah yang kerap muncul di tengah masyarakat, terutama setelah konflik rumah tangga yang tak terkendali. Dalam Islam, talak memang dibolehkan, namun ditegaskan sebagai perbuatan halal yang paling dibenci Allah SWT. Karena itu, hukum talak diatur sangat ketat, baik dalam perspektif fikih maupun hukum negara.
Negara Tegas yaitu Talak Harus di Pengadilan
Dalam konteks hukum Indonesia, talak yang diucapkan di rumah (baik saat emosi maupun tidak) tidak memiliki kekuatan hukum. Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara tegas menyatakan bahwa perceraian hanya sah jika diikrarkan di depan sidang Pengadilan Agama.
Pasal 115 KHI menegaskan perceraian dilakukan setelah upaya perdamaian gagal. Pasal 117 hingga 130 mengatur bahwa talak adalah ikrar resmi suami di hadapan hakim, melalui mekanisme hukum yang jelas.
Artinya, ucapan talak di luar pengadilan tidak mengakhiri status perkawinan secara hukum negara.
Ketentuan ini dibuat untuk menjaga kepastian hukum, melindungi hak istri dan anak, serta mencegah perceraian emosional yang berdampak sosial luas.
Fikih Berbicara Lain
Namun, dalam perspektif fikih Islam, khususnya menurut mazhab Syafi’i, persoalannya menjadi lebih kompleks. Talak yang diucapkan secara jelas (sharih), seperti “Aku ceraikan kamu”, tetap dihukumi jatuh meskipun diucapkan dalam keadaan marah, selama suami masih sadar dan tidak hilang akal.
Ulama klasik seperti Imam ar-Ramli menegaskan bahwa marah bukan alasan pembatal talak, kecuali jika kemarahan tersebut sampai menghilangkan kesadaran sepenuhnya. Jika akal masih berfungsi, maka ucapan talak dianggap sah.
Lebih jauh, ulama membagi marah dalam tiga tingkatan:
1. Marah ringan yaitu akal tetap sadar, talak sah dan jatuh.
2. Marah puncak yaitu hilang kesadaran seperti orang gila, talak tidak jatuh.
3. Marah menengah yaitu emosi sangat kuat namun masih sadar, mayoritas ulama menyatakan talak tetap jatuh.
Talak Berulang, Dampaknya Fatal
Masalah menjadi semakin serius ketika talak diucapkan berulang kali. Dalam fikih, jika suami mengucapkan talak tiga kali dengan jeda dan bahkan hanya satu atau dua hari pada setiap ucapan dihitung sebagai talak tersendiri.
Menurut Imam Taqiyuddin al-Hishni, jika antara ucapan talak pertama, kedua, dan ketiga terdapat jeda yang jelas, maka itu bukan penguat, melainkan penambahan jumlah talak. Akibatnya, jatuhlah talak tiga (bain kubra), yang membuat suami-istri tidak bisa rujuk kembali, kecuali istri menikah dengan laki-laki lain secara sah lalu bercerai secara wajar.
Dua Sistem, Satu Realitas
Di sinilah letak persoalan yang sering membingungkan umat. Secara fikih, talak bisa dinilai jatuh. Namun secara hukum negara, pernikahan masih sah hingga ada putusan pengadilan. Dua sistem hukum ini berjalan berdampingan di Indonesia.
Karena itu, para ulama dan praktisi hukum menekankan pentingnya menahan lisan saat emosi, serta menyelesaikan konflik rumah tangga melalui jalur yang bijak dan sah. Talak bukan sekadar kata, melainkan keputusan besar yang berdampak panjang, baik secara agama, hukum, maupun sosial.
Kesimpulannya, ucapan cerai saat emosi bisa berakibat fatal secara fikih, namun tidak serta-merta memutus pernikahan menurut hukum negara. Jalan terbaik tetaplah musyawarah, mediasi, dan jika terpaksa berpisah, lakukan melalui mekanisme Pengadilan Agama demi kejelasan dan keadilan bagi semua pihak.
Wallahu a’lam bish shawab.