Queensha.id - Gianyar, Bali,
Di tengah sorotan media dan euforia persiapan Timnas Indonesia untuk lanjutan Ronde Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, satu nama mendadak mencuri perhatian. Ia bukan rising star baru atau pemain muda jebolan Eropa. Justru sebaliknya, seorang veteran yang sempat dianggap sudah menutup lembaran Garuda: Stefano Lilipaly.
Setelah hampir tiga tahun absen, nama Lilipaly kembali tertera dalam daftar 32 pemain yang dipanggil pelatih baru Timnas, Patrick Kluivert. Sebuah keputusan yang membuat banyak pihak bertanya-tanya—kenapa sekarang?
Jawabannya tak hanya soal taktik. Kluivert, mantan striker top Belanda, memberikan penjelasan yang mengejutkan dalam sesi latihan terbuka di Bali United Training Center, Pantai Purnama, Gianyar.
"Saya memanggil dia karena punya kualitas... tapi lebih dari itu, dia adalah figur yang bisa dijadikan contoh. Pemain muda butuh sosok seperti Lilipaly,” ungkap Kluivert, serius namun tenang.
Pernyataan itu membuka perspektif baru. Timnas bukan hanya soal kecepatan dan stamina, tapi juga mentalitas dan kepemimpinan dan dua hal yang melekat kuat pada Lilipaly, sosok yang akrab disapa Fano.
Lilipaly: Dari Tak Terduga, Menjadi Harapan
Bagi Fano sendiri, panggilan ini nyaris tak dipercaya.
"Saya sangat terkejut. Sudah lama tak membela Timnas, saya pikir masa itu sudah lewat,” ujarnya dengan nada jujur.
Namun, keterkejutan itu segera berubah menjadi semangat baru. Meski kini harus bersaing dengan pemain-pemain muda seperti Marselino Ferdinan, Lilipaly menegaskan bahwa ambisinya bukanlah tempat utama, melainkan kejayaan Timnas Indonesia.
"Main atau tidak, itu tidak penting. Yang penting Timnas lolos ke Piala Dunia. Itu tujuan besar kita semua.”
Pernyataan tersebut bukan sekadar klise. Di usia 34 tahun, Lilipaly paham betul bahwa waktunya di lapangan mungkin terbatas. Tapi warisannya? Itu yang sedang ia bangun: warisan mental juara untuk generasi penerus.
Laga Penentu di Depan Mata
TC kali ini menjadi langkah awal menuju dua laga penting: melawan China pada 5 Juni di SUGBK, lalu bertandang ke Jepang pada 10 Juni. Kluivert tampak menyusun tim bukan hanya untuk menang, tapi untuk bertahan dalam tekanan besar. Dan untuk itu, dia butuh lebih dari sekadar pemain muda bertalenta—dia butuh veteran yang sudah kenyang asam garam seperti Fano.
Comeback Lilipaly bukan soal nostalgia. Ini adalah sinyal: Timnas Indonesia tengah membangun tim yang matang, seimbang antara semangat muda dan kebijaksanaan senior.
Kini tinggal satu pertanyaan: Akankah pengalaman benar-benar menjadi senjata rahasia Kluivert?
SUGBK akan menjawabnya.
***
Sumber: Dtk.
0 Komentar