Foto, tangkap layar dari berbagai sumber. Salah satu produk yang mengandung minyak babi atau lemak babi. |
Queensha.id - Solo,
Penggunaan minyak babi kembali mencuat ke permukaan setelah terungkapnya kasus Ayam Goreng Widuran di Solo yang ternyata tidak halal. Bukan karena bahan utamanya, melainkan kremesannya yang digoreng menggunakan minyak babi.
Temuan ini sontak membuat publik bertanya-tanya: mengapa minyak babi digunakan? Apakah memang membuat rasa makanan lebih lezat?
Apa Itu Minyak Babi?
Minyak babi atau yang dalam dunia kuliner disebut lard, merupakan lemak babi yang diproses hingga mencair dan menjadi minyak. Dilansir dari The Spruce Eats (14/01/23), minyak ini biasanya berasal dari bagian perut, bahu, dan bokong babi. Setelah diproses, ia disimpan dalam bentuk padat dengan warna putih krem.
Yang menarik, minyak babi punya karakteristik yang cukup netral. Dalam bentuk murninya, ia tidak memiliki rasa atau aroma mencolok. Namun, dalam proses masak tertentu, minyak ini bisa memperkuat rasa gurih pada makanan, membuat tekstur lebih renyah, dan memberikan sensasi "lembut" yang sulit ditiru oleh minyak nabati biasa.
Kenapa Banyak Koki Memilih Minyak Babi?
Secara global, minyak babi banyak digunakan dalam kuliner tradisional Tiongkok, Meksiko, hingga Eropa Timur. Bahkan dalam dunia pastry, lard dikenal mampu menghasilkan tekstur kue yang lebih flaky atau berlapis-lapis.
Kelebihan minyak babi:
1. Tahan panas tinggi, cocok untuk menggoreng dalam suhu tinggi tanpa cepat rusak.
2. Meningkatkan kerenyahan makanan, terutama pada gorengan dan makanan berkulit renyah.
3. Meningkatkan aroma alami makanan, terutama pada hidangan daging.
Tak heran jika sebagian pelanggan menganggap rasa makanan akan lebih "istimewa" ketika menggunakan minyak babi, meski secara kasat mata tidak terasa perbedaannya.
Bagaimana dari Segi Kesehatan?
Meski berasal dari hewan, minyak babi memiliki profil lemak yang cukup seimbang. Ia mengandung lemak jenuh dan tak jenuh, bahkan sejumlah kecil vitamin D.
Namun, tetap saja penggunaannya harus dibatasi. Lemak hewani dalam jumlah berlebih bisa meningkatkan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) jika dikonsumsi berlebihan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tetap menyarankan masyarakat untuk mengurangi konsumsi lemak jenuh dan memperbanyak konsumsi lemak tak jenuh dari minyak nabati.
Waspada! Ini Ciri-ciri Makanan yang Mungkin Mengandung Minyak Babi
Bagi konsumen yang menghindari bahan non-halal, penting untuk mengenali makanan yang mungkin diolah dengan minyak babi. Berikut beberapa ciri-cirinya:
1. Rasa Gurih yang Lebih Tajam dan Khas
Makanan terasa lebih kaya, meski tidak ditambah banyak bumbu. Minyak babi dapat meningkatkan umami alami makanan.
2. Tekstur Renyah Tapi Lembut
Terutama pada gorengan, pastry, atau roti goreng yang bagian luarnya sangat renyah, tapi bagian dalamnya tetap moist.
3. Aroma Tidak Biasa pada Gorengan
Ada aroma gurih yang berbeda dari minyak sayur biasa. Bukan amis, tapi agak "berat" dan khas.
4. Warna Minyak Bekas Gorengan Cenderung Putih Keruh
Jika minyak babi digunakan berkali-kali, warnanya akan tampak lebih keruh dan sedikit mengental saat dingin.
5. Biasanya Terdapat pada Masakan Tradisional Tiongkok, Korea, atau Eropa Timur
Misalnya: bakpao non-halal, mie babi, lumpia daging khas Tiongkok, atau pie crust kuno.
6. Tidak Ada Label Halal dan Tidak Ada Keterangan Minyak yang Digunakan
Waspadai makanan dari produsen rumahan atau warung yang tidak mencantumkan informasi bahan baku secara jelas.
Isu Halal dan Transparansi Pelabelan
Masalah sebenarnya bukan hanya soal rasa, tapi lebih pada transparansi dan kejujuran dalam bisnis makanan. Kasus Ayam Goreng Widuran memicu perdebatan karena banyak konsumen Muslim yang merasa dirugikan. Mereka tak pernah diberi tahu bahwa makanan yang mereka beli diolah dengan minyak non halal.
Kesimpulan: Lezat Tak Harus Kontroversial
Minyak babi memang bisa memberikan tekstur dan rasa yang unik dalam makanan, tetapi penggunaannya di Indonesia tetap harus dibarengi dengan transparansi dan edukasi. Rasa boleh menjadi pertimbangan utama, namun hak konsumen atas kejelasan bahan makanan adalah yang utama.
Bagi pelaku usaha kuliner, kejujuran adalah kunci utama dalam menjaga kepercayaan pelanggan. Dan bagi konsumen, kenali apa yang Anda makan—karena kadang rasa lezat datang dengan konsekuensi yang tidak semua orang siap menerimanya.
***
Sumber: BS.
0 Komentar