Foto, Peristiwa dramatis itu terjadi pada Jumat, 23 Mei 2025. Sekdes yang identitasnya belum diungkap publik. |
Queensha.id - Pekalongan,
Jumat kelabu menyelimuti Desa Sijambe, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, ketika seorang Sekretaris Desa (Sekdes) nyaris menjadi sasaran amuk massa buntut dugaan penggelapan dana desa senilai lebih dari Rp 200 juta.
Peristiwa dramatis itu terjadi pada Jumat, 23 Mei 2025. Sekdes yang identitasnya belum diungkap publik terpaksa dievakuasi oleh aparat Kepolisian Resor (Polres) Pekalongan di bawah pengawalan ketat. Warga yang sudah terbakar amarah sempat menghadang laju kendaraan polisi dan mencoba merangsek mendekat.
"Dijemput Malaikat Izrail saja sekalian!" teriak seorang warga, saat kaca mobil polisi yang membawa sang sekdes dihantam dengan tangan kosong oleh beberapa pria.
Kemarahan warga dipicu oleh dugaan bahwa dana desa yang semestinya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur vital seperti jalan dan drainase justru digelapkan. Akibatnya, proyek-proyek yang sangat dibutuhkan masyarakat mangkrak dan kondisi jalan desa tetap rusak parah.
“Kami ini hidup susah, bantuan pemerintah malah dikorupsi. Jalan rusak tidak diperbaiki, drainase mangkrak. Uangnya ke mana? Dipakai buat kepentingan sendiri,” ujar Tasmirah, seorang warga setempat yang ikut turun ke jalan.
Tak hanya pria, sejumlah ibu rumah tangga juga berani mengambil sikap. Mereka berdiri di depan mobil patroli, meneriakkan tuntutan keadilan. Salah seorang di antaranya bahkan nekat menggedor kaca kendaraan petugas sambil menangis dan berteriak, “Kami cuma ingin keadilan! Kami capek dibohongi!”
Menanggapi kekisruhan yang terjadi, Kepala Desa Sijambe, Wahidin, menyatakan bahwa pihaknya sudah mengambil langkah administratif dengan menonaktifkan sang sekdes sejak enam bulan lalu.
“Saya sudah nonaktifkan beliau selama enam bulan. Tapi warga tetap tidak terima. Mereka ingin beliau mundur secara permanen, sedangkan yang bersangkutan menolak dengan alasan sudah mengembalikan sebagian dana dan belum ada keputusan hukum yang menyatakan bersalah,” kata Wahidin.
Kasus ini kini ditangani oleh aparat kepolisian untuk pendalaman lebih lanjut. Namun, satu hal yang jelas: kepercayaan publik telah retak. Dan bagi warga Sijambe, keadilan bukan lagi sekadar tuntutan, melainkan harga mati.
***
Sumber: BS.
0 Komentar