Queensha.id - Baubau, Sulawesi Tenggara,
Air mata seorang wanita muda asal Kota Baubau, inisial A, menetes saat membuka luka batin yang mengendap lama. Bukan karena penyakit yang membawanya ke rumah sakit, melainkan perlakuan keji dari seseorang yang ia percaya—kekasihnya sendiri, Bripda LRH, seorang anggota Brigade Mobil (Brimob) yang kini menjadi pesakitan di Mako Brimob Polda Sultra.
Kisah memilukan ini mencuat ke publik usai A mengungkap pengakuan yang mengguncang: ia dipaksa berhubungan intim oleh Bripda LRH saat tengah menjalani perawatan medis di rumah sakit. Luka fisik yang belum sembuh, kini bertambah dengan trauma psikis yang mendalam.
“Dia datang malam-malam ke rumah sakit, saya sedang diinfus dan tubuh saya lemas. Tapi dia tetap memaksa. Saya tidak berdaya,” ujar A dalam wawancara eksklusif.
Bripda LRH diketahui bertugas di wilayah Kabupaten Buton Selatan. Namun, namanya kini menjadi sorotan publik seantero Sulawesi Tenggara setelah kasus ini mencuat. Ia resmi ditahan di Markas Satuan Brimob Polda Sultra sejak Sabtu, 3 Mei 2025.
Konfirmasi penahanan dibenarkan langsung oleh Komandan Satuan Brimob Polda Sultra, Kombes Pol Sugianto Marweki. “Ya diproses, ya ditahan,” ujarnya singkat melalui pesan.
Janji Cinta Berujung Derita
A menuturkan, hubungan asmara dengan LRH awalnya berjalan penuh harapan. Namun, sikap Bripda LRH berubah menjadi tekanan dan manipulasi. Salah satu yang paling menyakitkan, kata A, adalah ketika ia berpura-pura hamil untuk melihat sejauh mana tanggung jawab kekasihnya.
“Bukannya panik atau ajak bicara serius, dia malah kasih uang Rp900 ribu dan menyuruh saya beli obat penggugur kandungan,” katanya lirih.
Tragedi yang menimpa A rupanya bukan hanya rahasia pribadi. Ibunya, berinisial W, turut membenarkan rangkaian kejadian memilukan tersebut. Bahkan, ia mengaku pernah menggerebek pasangan itu di sebuah penginapan di Kota Baubau.
“Dia (LRH) mengakui sudah dua kali melakukan itu dengan anak saya. Dia sempat bilang mau bertanggung jawab, tapi sampai sekarang tidak ada kabar, tidak ada itikad baik,” ujar W kecewa.
Panggilan Keadilan
Kasus ini menambah deretan panjang catatan kelam institusi kepolisian di mata masyarakat, khususnya terkait kekerasan seksual. Lembaga-lembaga perlindungan perempuan dan anak di Sulawesi Tenggara kini mendorong agar Polda tidak hanya memproses secara etik, namun juga pidana sesuai hukum yang berlaku.
A, yang kini sedang menjalani pemulihan psikologis, berharap tidak ada lagi perempuan yang mengalami nasib serupa. “Saya ingin dia dihukum. Ini bukan lagi soal cinta. Ini soal harga diri saya sebagai perempuan,” ucapnya.
Publik menanti: akankah hukum benar-benar berpihak pada korban? Ataukah keadilan akan kembali dikalahkan oleh seragam dan pangkat?
0 Komentar