Foto, terdakwa kasus korupsi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) di Kabupaten Bojonegoro yang mencoreng nama baik birokrasi dan desa. |
Queensha.id - Surabaya,
Senin (26/5/2025) menjadi babak akhir dari drama korupsi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) di Kabupaten Bojonegoro yang mencoreng nama baik birokrasi dan desa. Di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi Surabaya, lima terdakwa kasus korupsi pengadaan mobil siaga untuk 388 desa mendengar pembacaan vonis yang mengukuhkan kerugian negara sebesar Rp5,3 miliar.
Hakim Ketua Arwana menjatuhkan vonis berbeda kepada para terdakwa. Heny Sri Setyaningrum, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kabupaten Magetan, dijatuhi hukuman paling berat: dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair dua bulan kurungan.
Sementara itu, empat terdakwa lainnya—Syafa’atul Hidayah dan Indra Kusbianto dari PT UMC, Anam Warsito selaku Kepala Desa Wotan di Kecamatan Sumberrejo, Bojonegoro, serta Ivonne dari PT SBT—masing-masing dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, juga dengan denda Rp50 juta subsidair dua bulan.
Tersangka Tersenyum, Publik Terbelah
Meski telah dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Tipikor, ekspresi para terdakwa saat proses penahanan menuai sorotan. Foto-foto mereka yang tersenyum tenang, seolah tanpa beban, menyebar di media sosial dan memicu kemarahan publik.
“Lho, itu yang korupsi miliaran kok malah senyum-senyum. Apa nggak ada rasa malu?” ujar Rini (42), warga Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro, yang mengaku kecewa melihat ketidaksensitifan para terdakwa.
Sementara beberapa warga lainnya menilai senyum itu mungkin bentuk perlawanan psikologis. “Mungkin mereka ingin menunjukkan kalau mereka siap menerima proses hukum. Tapi tetap saja, itu bukan ekspresi yang pantas,” ucap Eko, aktivis antikorupsi lokal.
Putusan Masih “Pikir-Pikir”
Pada hari setelah vonis, penasihat hukum terdakwa Anam Warsito, Musta’in, mengonfirmasi bahwa kliennya sempat menyatakan pikir-pikir, namun kemudian memilih menerima keputusan pengadilan. Belum ada pernyataan resmi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) apakah akan mengajukan banding.
Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan dalam proyek bantuan keuangan daerah, khususnya yang melibatkan desa-desa yang seharusnya menjadi garda depan pelayanan publik. Pengadaan mobil siaga yang sejatinya ditujukan untuk menunjang pelayanan kesehatan dan tanggap darurat, justru dijadikan ladang bancakan uang rakyat.
Catatan untuk Penegakan Hukum
Vonis ini sekaligus menjadi pengingat keras bahwa korupsi tak mengenal batas jabatan atau lembaga. Dari ASN, kepala desa, hingga pihak swasta, semuanya bisa terjerat jika ada celah dan niat menggerogoti keuangan negara.
Namun bagi masyarakat, vonis ini juga meninggalkan tanda tanya besar: apakah hukuman yang dijatuhkan cukup adil untuk kerugian negara sebesar Rp5,3 miliar? Apalagi bila ekspresi para terdakwa justru mengesankan seolah proses hukum hanyalah formalitas belaka.
Senyum mereka mungkin tak berarti banyak di ruang sidang, tapi di mata rakyat yang dirugikan, senyum itu mencerminkan luka. Dan hingga luka itu sembuh, kepercayaan publik terhadap sistem masih akan terus diuji.
***
Sumber: BS.
0 Komentar