Queensha.id - Grobogan,
Derasnya hujan di pagi itu seolah menjadi pertanda duka yang akan menyelimuti Desa Boloh, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan. Tepat pukul 06.42 WIB, suara klakson panjang dari arah timur memecah hening di perlintasan sebidang Km 13+7. Tapi, segalanya sudah terlambat.
Seorang ibu muda, Kustina (26), bersama putri kecilnya, Aisyiyah (4), tak sempat menghindar saat Kereta Api Blora Jaya relasi Cepu–Semarang Poncol menghantam sepeda motor yang mereka kendarai. Dalam hitungan detik, tubuh mereka terhempas. Kustina tewas seketika, sementara Aisyiyah sempat dilarikan ke Puskesmas Toroh 2 namun menghembuskan napas terakhir tak lama kemudian.
Perlintasan itu memang sudah ditutup secara swadaya oleh warga. Tapi, dalam guyuran hujan deras, diduga Kustina tak melihat dengan jelas atau terlalu terburu-buru. Klakson kereta telah dibunyikan berulang, namun laju kendaraan yang terus melaju tak terbendung.
“Palang sudah tertutup, tapi pengendara tetap nekat menerobos. Kereta melintas, dan tabrakan tak terelakkan,” jelas Franoto Wibowo, Manajer Humas KAI Daop 4 Semarang, dalam pernyataan tertulisnya.
Kereta sempat mengalami keterlambatan sekitar 4 menit dan diperiksa di Stasiun Ngrombo. Tak ada kerusakan pada rangkaian, namun luka batin menyelimuti banyak pihak yang terlibat.
Yuni Mustikasari, relawan PMI Grobogan yang turut mengevakuasi korban, masih tertegun saat menceritakan kejadian tersebut. “Ibu dan anak itu… kami temukan dalam kondisi memilukan. Si kecil sempat bernapas, tapi tidak lama,” ujarnya lirih.
Warga setempat pun terguncang. Unik, seorang saksi mata, menyebut bahwa hujan lebat bisa saja membuat pandangan pengendara terganggu. “Saya lihat dia seperti buru-buru. Mungkin nggak sadar kalau kereta sudah dekat,” katanya.
Tragedi ini kembali mengingatkan kita akan pentingnya keselamatan di perlintasan sebidang. UU No. 23 Tahun 2007 dan UU No. 22 Tahun 2009 dengan tegas mengatur bahwa kereta api selalu harus didahulukan. Namun, aturan kerap dilupakan dalam keheningan pagi yang basah.
Kini, Kustina dan Aisyiyah tak akan pernah pulang ke rumah mereka di Dusun Tlogomulyo. Sepasang sandal kecil milik Aisyiyah yang ditemukan tak jauh dari lokasi menjadi simbol sunyi dari kehilangan yang terlalu perih untuk dilukiskan.
PT KAI menyampaikan belasungkawa yang mendalam, dan harapan besar agar masyarakat belajar dari tragedi ini.
“Selalu tengok kanan kiri. Jangan pertaruhkan nyawa untuk beberapa detik ketergesaan,” pesan Franoto.
Dan pagi itu, di antara rel yang basah dan udara dingin, dua nyawa telah melayang. Meninggalkan duka yang membekas, dan pelajaran yang terlalu mahal untuk diabaikan.
***
Sumber: SB.
0 Komentar