Jepara, kota ukir yang dikenal dengan seni kayu berkelas dunia, ternyata juga menyimpan harta karun lain dalam bentuk suara—suara biduan dangdut yang menggetarkan panggung-panggung hiburan rakyat di pelosok Indonesia. Namun sebelum mengupas talenta lokal, mari kita menengok sejenak jejak panjang dan dinamis dari musik dangdut, salah satu genre musik paling digemari di Indonesia.
Dari Orkes Melayu ke Dangdut: Evolusi Musik yang Tak Pernah Mati
Musik dangdut sejatinya adalah hasil percampuran budaya yang kaya. Berakar dari musik Melayu klasik yang dikenal sebagai Orkes Melayu, genre ini kemudian mendapat sentuhan kuat dari musik Hindustani (India Utara), terutama melalui dentuman tabla dan melodi khas Bollywood. Unsur Arab pun turut memperkaya warna cengkok vokal dan harmoninya.
Transformasi signifikan terjadi di penghujung dekade 1960-an, saat perubahan iklim politik di Indonesia membuka keran masuknya pengaruh musik Barat, termasuk penggunaan gitar listrik. Rhoma Irama, yang dijuluki “Raja Dangdut”, menjadi tokoh sentral dalam pembentukan identitas baru musik ini. Bersama grup Soneta, ia merilis lagu-lagu yang tidak hanya memikat telinga rakyat, tetapi juga menyisipkan pesan-pesan moral dan religius.
Album berjudul Dangdut yang dirilis Rhoma pada tahun 1971 menjadi titik krusial. Lewat lagu “Boneka dari India” yang dibawakan Ellya Khadam, dangdut mulai memikat hati massa. Istilah “dangdut” sendiri pertama kali dipopulerkan oleh sastrawan Putu Wijaya dalam Tempo tahun 1972, mengacu pada suara khas tabla: “dang-ding-dut” — yang kemudian disingkat menjadi “dangdut”.
Lebih dari Sekadar Musik—Dangdut Adalah Budaya
Bukan hanya sebagai hiburan, dangdut telah menjelma menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Dari karaoke keluarga, panggung hajatan, hingga layar kaca nasional—dangdut adalah suara rakyat. Bahkan, banyak instansi pemerintah menggunakan irama dangdut dalam sesi senam pagi para pegawainya.
Menariknya, meski lahir dari akar lokal, dangdut juga berhasil menyeberang ke negara tetangga seperti Malaysia, bahkan menjaring penggemar dari berbagai lapisan dan usia. Tak jarang penyanyi-penyanyi Indonesia menjadi idola di negeri jiran berkat alunan khas ini.
Jepara: Tak Hanya Kota Ukir, Tapi Juga Kota Biduan
Dari balik deru mesin ukiran dan aroma kayu jati, Jepara menyimpan pesona lain: suara para biduan dangdut yang menggema di panggung-panggung lokal dan nasional. Tak sedikit dari mereka yang memulai karier dari panggung kecil di pelosok desa, lalu naik ke panggung besar berkat ketekunan, suara merdu, dan pesona panggung yang memikat.
Berikut adalah daftar panjang penyanyi dangdut asal Jepara, dari generasi awal hingga wajah-wajah baru yang masih aktif menghiasi dunia hiburan:
1. Ayu Tria
2. Ayu Lestari
3. Ana Risty
4. Anna Christina
5. Azza Chintya
6. Ayu Mustika
7. Ary Fransisca
8. Ayu Trisnawarti
9. Anita M
10. Arti Artia
11. Anggi Anggita
12. Bayu Christian
13. Deva Agustin
14. Dewi Sahita
15. Danisa Faradila
16. Dylla Fadylla
17. Edot Arisna
18. Eva Aqwiella
19. Eva Rosalia
20. Evis Renata
21. Eta Novita
22. Fendy Cuwiko
23. Herumi Imsela
24. Hesty Amelia
25. Kiki Kirana
26. Lina Agustina
27. Lisa Chaniago
28. Luluk Lumewa
29. Lilis Amanda
30. Mala Lorensia
31. Maya Sabrina
32. Mozza Palozza
33. Nora Jovanca
34. Nency Steffany
35. Ocha Shantika
36. Oshima Yukari
37. Pipit Chandra
38. Resty Ananta
39. Reza Fareza
40. Ria Andika
41. Rinda Carlova
42. Retno Resyca
43. Susi Arissandi
44. Sahmafella Rizkania
45. Tata Veronica
46. Trias Vernandez
47. Unta Jessica
48. Veve Vanessa
49. Vianita Zahra
50. Yani Emprity
51. Yeni Valencia
52. Yeni Yolanda
Mereka adalah representasi semangat lokal yang tak gentar bersaing di tengah gemerlapnya industri musik nasional. Sebagian besar dari mereka masih aktif, bahkan mulai merambah ke media sosial dan platform digital untuk menjangkau penggemar generasi baru.
Dangdut Tak Pernah Usang
Di tengah arus globalisasi dan ragam selera musik modern, dangdut tetap bertahan sebagai identitas musikal bangsa. Ia bukan sekadar genre musik, melainkan cerminan emosi, budaya, dan kehidupan rakyat sehari-hari. Dan Jepara, dengan segala potensi seninya, turut memberi warna dalam pentas panjang sejarah dangdut Indonesia.
Dangdut bukan hanya irama. Ia adalah napas rakyat. Dan selama rakyat masih ingin bernyanyi, dangdut akan tetap berdendang.
***
Sumber: Berbagai sumber yang disusun dan diolah secara jurnalistik oleh redaksi.
0 Komentar