Foto, tangkap layar peta zaman dahulu tentang sejarah panjang yang menghubungkannya secara erat dengan Desa Jungsemi, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. |
Queensha.id - Jepara,
Di balik tenangnya pesisir Desa Ujungpandan, Kecamatan Welahan, tersimpan sejarah panjang yang menghubungkannya secara erat dengan Desa Jungsemi, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. Meski kini keduanya terpisah secara administratif, namun kisah masa lalu menyatukan keduanya dalam satu akar budaya dan sejarah yang masih bisa dirunut hingga hari ini.
Situs resmi Desa Jungsemi mencatat bahwa Desa Ujungpandan dulunya merupakan bagian dari Jungsemi, sebelum akhirnya pecah dan berdiri sendiri. Keterkaitan antara keduanya tidak hanya secara geografis, namun juga dalam aspek sosial budaya yang masih lestari. Nama ‘Ujungpandan’ sendiri diyakini berasal dari kondisi geografis wilayah pesisir yang sedikit menjorok ke laut dan ditumbuhi pandan bersemi — sebuah penanda alam yang turut membentuk identitas desa.
Menariknya, dalam keterangan sejarah yang terarsip dalam situs tersebut juga disebutkan istilah “Jungsemi Brang Lor” dan “Jungsemi Brang Kidul”, yang masih digunakan secara lokal hingga kini. Jungsemi Brang Lor merujuk pada wilayah Ujungpandan yang masuk Jepara, sedangkan Jungsemi Brang Kidul adalah Jungsemi yang masuk wilayah Demak. Pembagian istilah ini mencerminkan bagaimana satu kawasan yang dulunya utuh, kini terbelah oleh batas administratif namun tetap satu dalam memori kolektif warganya.
Tim Kabarseputarmuria mencoba melacak jejak sejarah melalui peta kuno masa kolonial Belanda dari arsip Dutch Colonial Map. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa nama "Ujungpandan" tidak ditemukan dalam peta lawas tersebut. Yang tercantum justru nama-nama seperti Karangpandan, Moetih, Djoengpasir, Djoengsemi, dan Blobok — semua nama itu mengindikasikan bahwa wilayah Ujungpandan merupakan hasil pemecahan dari area yang lebih luas dan belum bernama spesifik saat itu.
Berdasarkan temuan tersebut, muncul dugaan kuat bahwa Ujungpandan merupakan penggabungan dari dua kawasan, yakni Djoengsemi dan Karangpandan. Hal ini memperkuat klaim bahwa desa yang kini masuk wilayah Jepara itu awalnya merupakan bagian dari kesatuan wilayah Jungsemi yang lebih luas dan kaya secara budaya.
Namun, ada satu teka-teki sejarah yang belum terjawab: kapan tepatnya pemecahan dan penggabungan ini terjadi? Apakah proses administratif ini berlangsung saat masa kolonial Belanda, atau baru terbentuk setelah Indonesia merdeka? Hingga saat ini, belum ada bukti dokumenter atau narasi sejarah yang menjelaskan momen penting tersebut secara rinci.
Jejak sejarah ini seolah menjadi isyarat bahwa banyak kisah di pelosok desa masih menanti untuk digali dan diangkat. Desa Ujungpandan bukan hanya nama di peta administratif, namun juga simbol dari sejarah panjang, pergeseran batas, dan kesinambungan budaya lintas kabupaten.
Ke depan, dibutuhkan kajian lebih dalam dari para sejarawan, akademisi, maupun budayawan lokal untuk membuka tabir masa lalu ini lebih utuh. Tak hanya sebagai bagian dari nostalgia sejarah, namun juga untuk memperkuat jati diri masyarakat yang tinggal di sana dan bahwa mereka adalah bagian dari satu akar, satu cerita, satu sejarah yang sempat terlupakan.
***
(Laporan: Fatkul Muin – Kabarseputarmuria)
0 Komentar