Queensha.id - Edukasi Kesehatan,
Idul Adha selalu menjadi momen istimewa yang dinanti umat Islam di seluruh dunia. Selain makna spiritual dan nilai sosialnya, hari raya ini juga identik dengan kehadiran daging kurban yang tak hanya lezat, tapi juga dianggap sebagai daging suci dan diberkahi.
Namun, tahukah Anda bahwa rasa daging kurban sering kali berbeda dibandingkan daging sapi atau kambing yang dibeli di pasar atau supermarket? Banyak orang menggambarkannya sebagai lebih liar, lebih keras, bahkan terkadang memiliki aroma yang berbeda. Fenomena ini bukan sekadar sugesti, melainkan bisa dijelaskan secara ilmiah.
Bukan Sekadar Rasa: Ini Soal Stres pada Hewan
Dalam sebuah unggahan TikTok yang viral dari akun @dokdut pada awal Mei 2025, dokter hewan Nadira menjelaskan bahwa perbedaan cita rasa daging kurban berkaitan erat dengan kondisi stres yang dialami hewan sebelum disembelih.
Ia memulai dengan penjelasan mengenai pH (tingkat keasaman) pada jaringan otot hewan. Normalnya, pH jaringan hidup adalah 7. Setelah hewan disembelih dan suplai oksigen terhenti, glikogen yang tersimpan dalam otot akan berubah menjadi asam laktat yang menyebabkan pH turun menjadi sekitar 5,4 hingga 5,7 dalam waktu 18–24 jam. Ini disebut sebagai pH ultimate.
Namun, jika hewan mengalami stres berkepanjangan, misalnya karena perjalanan jauh atau lingkungan yang tidak nyaman, glikogen akan terpakai sebelum proses pemotongan. Akibatnya, asam laktat yang dihasilkan menjadi sedikit, pH tidak turun sesuai normal, bahkan bisa tetap tinggi di atas 6.
"Nilai pH tinggi bikin daging terlihat lebih gelap, lebih kering, dan seratnya tidak bisa mengikat air dengan baik. Ini yang bikin rasanya beda," jelas drh. Nadira.
Jenis Stres yang Mempengaruhi Kualitas Daging
Ada dua jenis stres yang dapat memengaruhi kualitas daging:
1. Stres Jangka Panjang (Long-term stress)
Disebabkan oleh perjalanan jauh, suhu ekstrem, atau penanganan yang buruk dalam waktu lama. Daging dari hewan dengan stres jenis ini biasanya keras, cepat rusak, dan berwarna gelap.
2. Stres Jangka Pendek (Short-term stress)
Terjadi sesaat sebelum penyembelihan—misalnya hewan melihat temannya disembelih atau merasa takut karena penanganan yang kasar. Ini menyebabkan lonjakan suhu tubuh dan penghabisan glikogen secara cepat. Akibatnya, daging bisa benyek (lembek), pucat, dan mudah busuk.
Pentingnya Pemotongan Sesuai Prosedur
"Secara aturan, penyembelihan idealnya dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) karena mereka punya SOP dan tenaga profesional yang memastikan hewan tidak mengalami stres berlebihan," kata drh. Nadira.
Namun, karena keterbatasan fasilitas RPH di banyak daerah, pengecualian diberlakukan saat Idul Adha. Pemotongan diperbolehkan di luar RPH, meski risikonya adalah tidak semua proses dilakukan sesuai standar kesejahteraan hewan.
Oleh karena itu, masyarakat dan panitia kurban dihimbau untuk meminimalkan stres hewan dengan cara:
1. Menjaga lingkungan penyembelihan tetap tenang.
2. Menghindari suara bising atau bau darah yang dapat memicu ketakutan.
3. Menyembelih dengan cepat dan tepat sesuai syariat serta kaidah kesejahteraan hewan.
Saran Konsumsi: Segar Tapi Jangan Terburu-buru
Daging kurban memang sebaiknya dikonsumsi saat masih segar. Namun, drh. Nadira mengingatkan agar masyarakat tidak langsung memasak daging setelah hewan disembelih.
"Tunggu dulu beberapa jam, biarkan ototnya rileks dan pH stabil. Kalau langsung dimasak, tekstur daging masih kaku, dan hasilnya bisa alot atau susah dikunyah," jelasnya.
Lebih dari Sekadar Daging
Daging kurban bukan hanya soal rasa atau kualitas, tapi juga menyangkut nilai-nilai spiritual, sosial, dan empati terhadap sesama makhluk hidup. Pemahaman terhadap faktor-faktor seperti stres hewan dan proses penyembelihan bukan hanya memperkaya pengetahuan kita, tapi juga meningkatkan kualitas ibadah kurban yang kita tunaikan.
***
Sumber: DtkF.
0 Komentar