Notification

×

Iklan

Iklan

Lampu Teras Hidup, Bukti Kepedulian? Sebuah Cermin Sosial Masyarakat Jepara

Minggu, 08 Juni 2025 | 14.01 WIB Last Updated 2025-06-08T07:02:54Z
Foto, tangkap layar dari akun Facebook Oktavia Trisna.


Queensha.id - Jepara,

Sebuah unggahan media sosial dari seorang warganet bernama Oktavia Trisna menyita perhatian warganet baru-baru ini. Dalam unggahan tersebut, ia menulis dengan gaya jenaka, "Alhamdulillah lampu teras hidup 😂", disertai tangkapan layar yang bertuliskan: “Ciri-ciri orang pelit: lampu terasnya selalu mati.”

Meski terlihat sebagai candaan, unggahan ini menyimpan makna sosial yang menarik untuk ditelaah lebih jauh. Di balik tawa, ada sindiran halus tentang perilaku sehari-hari yang mencerminkan tingkat kepedulian dan kedermawanan seseorang, bahkan hanya dari "lampu teras".


Tafsir Simbolik: Lampu Teras Sebagai Cermin Karakter

Lampu teras bukan sekadar alat penerangan. Dalam konteks sosial, lampu teras bisa menjadi simbol keterbukaan, keamanan lingkungan, dan keramahan tuan rumah. Ketika seseorang enggan menyalakan lampu teras secara konsisten, masyarakat bisa menafsirkan hal tersebut sebagai:

1. Kurang peduli terhadap keamanan lingkungan

2. Enggan menyumbang cahaya bagi sekitar

3. Tertutup dan tidak menyambut kehadiran tamu

4. Terlihat ‘pelit’ dalam pengeluaran kecil tapi berdampak besar


Apakah Ada Orang Jepara Seperti Ini?

Realitanya, masih ada masyarakat di Jepara yang memilih mematikan lampu teras demi menghemat listrik, tanpa menyadari bahwa tindakannya bisa berdampak pada:

1. Rasa tidak nyaman bagi tetangga.

2. Potensi meningkatnya kriminalitas di gang-gang gelap.

3. Perasaan tidak diterima bagi tamu atau warga lain.


Namun, ini tidak semata-mata soal pelit. Bisa jadi karena:

1. Ketidaktahuan akan pentingnya pencahayaan luar

2. Keterbatasan ekonomi

3. Kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun


Definisi Orang Pelit dari Sudut Pandang Sosial

Secara umum, orang pelit bisa didefinisikan sebagai seseorang yang sangat enggan mengeluarkan sumber daya (uang, tenaga, perhatian) untuk kepentingan bersama, meski memiliki kemampuan.

Ciri-ciri yang bisa terlihat dari luar:

1. Jarang memberi, bahkan pada situasi darurat.

2. Menolak ikut iuran RT/RW atau kegiatan sosial.

3. Tidak ramah terhadap tetangga

4. Rumah selalu gelap, bahkan saat malam hari.

5. Enggan berbagi fasilitas meski tidak merugikan.


Mengapa Ini Penting untuk Masyarakat Jepara?

Jepara dikenal dengan budaya guyub, gotong royong, dan keramahan. Tapi jika nilai-nilai ini mulai digeser oleh sikap individualistik atau keengganan berbagi, maka akar sosial masyarakat akan tergerus.

Lampu teras yang mati hanyalah simbol kecil dari sikap menutup diri dan enggan peduli terhadap lingkungan. Jika dibiarkan, bisa menular menjadi kebiasaan kolektif yang merusak semangat kebersamaan.


Solusi dan Ajakan Moral

1. Sosialisasi Nilai Kepedulian – RT/RW dan tokoh masyarakat bisa mengangkat isu kecil seperti ini dalam forum warga.

2. Edukasi Dampak Positif – Misalnya tentang peran pencahayaan dalam mencegah kriminalitas.

3. Gerakan Simbolik – Kampanye “Hidupkan Lampu Teras” sebagai simbol kepedulian sosial.

4. Bantuan untuk Warga Tidak Mampu – Jika ada warga yang memang tidak mampu, warga lain bisa bergotong royong memasang lampu hemat energi atau panel surya.

Lampu Teras, Lampu Hati

Mari kita mulai dari yang sederhana. Menghidupkan lampu teras adalah wujud kecil dari cinta pada lingkungan, rasa aman untuk sesama, dan simbol bahwa hati kita masih terang untuk berbagi. Warga Jepara, mari hidupkan bukan hanya lampu teras tapi juga rasa peduli sesama.

***

Sumber: BS.