Breaking News

Lidah Tajam, Hidup Suram: Karma dan Konsekuensi Menggunjing Menurut Islam

Foto, ilustrasi menggunjing orang lain,

sumber foto: Sigma.


Queensha.id - Jakarta,

Di era media sosial dan percakapan instan, berbicara tentang keburukan orang lain terasa semakin mudah dilakukan. Dari obrolan warung kopi hingga kolom komentar digital, kebiasaan menggunjing atau "ghibah" menjadi budaya yang mengakar. Tapi, tahukah Anda bahwa perbuatan ini bisa mendatangkan karma buruk, bukan hanya secara moral, tapi juga dalam pandangan Islam?

Apa Itu Ghibah?

Ghibah, dalam istilah Islam, berarti membicarakan aib atau kekurangan seseorang di belakangnya, meskipun apa yang disampaikan itu benar. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Hujurat ayat 12:

"Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya."

Ayat tersebut secara eksplisit menggambarkan betapa menjijikkan perbuatan ghibah di sisi Allah SWT.


Konsekuensi Menurut Hukum Islam

Dalam Islam, ghibah bukan sekadar dosa ringan. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits riwayat Abu Dawud:

"Tahukah kalian apa itu ghibah? Mereka menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Rasulullah menjawab: Engkau menyebutkan saudaramu dengan sesuatu yang ia benci,"


Selain mendatangkan dosa besar, pelaku ghibah juga terancam kehilangan pahala amal baik. Bahkan disebutkan dalam hadits, pada hari kiamat, pahala orang yang menggunjing akan diberikan kepada orang yang digunjing, sebagai bentuk pengadilan ilahi.

Karma: Balasan Setimpal di Dunia

Meski istilah “karma” lebih dikenal dalam ajaran lain, konsep balasan di dunia akibat perbuatan buruk juga ada dalam Islam. Dalam QS. Az-Zalzalah ayat 7-8, Allah berfirman:

"Barang siapa mengerjakan kebaikan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya)."


Artinya, kebiasaan membicarakan kejelekan orang lain bisa berbalik menjadi aib yang terbuka bagi dirinya sendiri. Tidak jarang, pelaku ghibah mengalami kehancuran nama baik, kesulitan hidup, hingga dijauhi oleh orang-orang terdekat.


Himbauan untuk Masyarakat

Ustaz H. Abdul Malik, Lc, MA, dalam ceramahnya di Masjid Al-Muhajirin Jakarta Selatan, menekankan pentingnya menjaga lisan:

"Kalau kita tidak bisa berkata baik, lebih baik diam. Lidah itu kecil, tapi bisa menjatuhkan martabat seseorang, bahkan bisa merusak amal kita sendiri."


Masyarakat diimbau untuk:

1. Menahan diri dari obrolan yang merugikan orang lain.

2. Menjaga kehormatan sesama muslim, sebagaimana kita ingin kehormatan kita dijaga.

3. Beristighfar dan memperbanyak amal saleh untuk menghapus dosa akibat ghibah.

4. Berani menegur dengan cara yang bijak jika mendengar orang menggunjing.


Satu kalimat buruk bisa mencoreng nama baik seseorang. Tapi dalam diam, kita bisa menjadi penyelamat—baik untuk diri sendiri, maupun untuk orang lain. Sebab, lidah yang tajam sering kali lebih menyakitkan daripada pedang.

"Jaga lisan, jaga pahala. Diam lebih bijak daripada membuka aib sesama".

***

Sumber: BS.

0 Komentar

© Copyright 2025 - Queensha Jepara
PT Okada Entertainment Indonesia