Queensha.id - Sumenep, Madura,
Masyarakat Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, diguncang kabar mengejutkan. Seorang pengasuh pondok pesantren (ponpes) berinisial S, yang selama ini dikenal sebagai tokoh agama, diduga telah mencabuli belasan santri yang diasuhnya. Kasus ini sontak menggemparkan warga, terlebih karena S selama ini dikenal tertutup dan jarang bersosialisasi.
Kepala Desa setempat, Ahmad Hudri, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Ia mengaku tidak menyangka bahwa sosok yang selama ini dianggap alim dan dihormati itu terlibat dalam tindakan tercela.
"Kalau komunikasinya dengan para tokoh masyarakat memang tertutup. Biasanya, pengasuh pondok itu kan sering jadi penceramah di berbagai acara, tapi beliau ini jarang sekali muncul di tengah masyarakat," ujar Hudri saat ditemui Kompas.com, Rabu (11/6/2025).
Menurut Hudri, S lebih banyak menghabiskan waktunya di lingkungan pesantren. Aktivitas keagamaan seperti pengajian, qira’ah, dan pembelajaran kitab kuning berjalan normal dan bahkan dinilai berkualitas baik. Karena itu, pihak desa tidak pernah menaruh kecurigaan.
“Pesantren secara berkala kami pantau. Selama ini tidak ada aktivitas yang mencurigakan,” katanya.
Namun di balik ketenangan dan citra alim yang dibangun selama ini, perlahan terkuak sisi lain dari S. Hudri mengungkapkan bahwa baru belakangan ini muncul kabar mengenai sifat keras yang dimiliki pengasuh ponpes tersebut.
“Awalnya kami tidak tahu, apakah keras dalam mendidik atau dalam hal lain. Tapi sekarang setelah kasus ini mencuat, semua mulai kelihatan,” imbuhnya.
Pondok pesantren yang dipimpin oleh S telah berdiri sejak lama secara turun-temurun. Sekolah yang berada di dalam lingkungan ponpes itu sudah berdiri sekitar 10 tahun. Namun, hubungan antara pengurus ponpes dengan pemerintahan desa dinilai tidak terlalu dekat.
“Yang bersangkutan jarang ikut kegiatan sosial atau musyawarah desa. Jadi memang agak tertutup sejak awal,” tutur Hudri.
Kasus dugaan pencabulan ini kini ditangani pihak kepolisian. Sementara itu, masyarakat Kangean dan warga pesantren masih dalam kondisi terkejut dan mencoba memproses fakta pahit bahwa pelaku pelecehan terhadap anak-anak mereka adalah orang yang selama ini mereka percayai sebagai panutan moral.
Redaksi mencatat, kasus ini menjadi pengingat keras bahwa kepercayaan kepada lembaga pendidikan, termasuk pesantren, harus tetap dibarengi pengawasan dan keterlibatan aktif dari masyarakat dan pemerintah. Jangan sampai pagar yang seharusnya melindungi, justru menjadi tembok yang menyembunyikan luka.
***
Sumber: KPS.
0 Komentar