Foto, Demo truk (ODOL) di Semarang, Jawa Tengah. |
Queensha.id - Semarang,
Ribuan sopir truk dari berbagai daerah di Jawa Tengah turun ke jalan dan memadati halaman Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Tengah pada Senin (23/6). Aksi unjuk rasa ini menjadi sorotan karena para pengemudi menyuarakan penolakan terhadap pemberlakuan aturan Over Dimension Over Loading (ODOL) yang dinilai memberatkan dan tidak berpihak pada nasib mereka di lapangan.
Aksi ini menyebabkan kemacetan parah hingga 9 kilometer di ruas Tol Jatingaleh, bahkan mengganggu aktivitas pelayanan di Kantor Samsat III Semarang. Teriakan yel-yel protes bergema, sementara ratusan truk sengaja diparkir sebagai bentuk simbolis perlawanan terhadap kebijakan yang mereka nilai menyudutkan pengemudi kecil.
Tuntutan 17 Poin dan Sorotan atas Pungli
Di tengah lautan demonstran, Kepala Dishub Jawa Tengah Arief Djatmiko turun langsung menemui massa aksi. Ia menyampaikan bahwa pihaknya akan membawa seluruh 16 hingga 17 tuntutan sopir ke pemerintah pusat. “Kami siap menyampaikan aspirasi mereka ke Jakarta agar segera mendapat perhatian,” ujarnya, seperti dikutip dari Antarajeteng.
Selain menolak ODOL, para sopir juga menuntut pemberantasan pungutan liar dan premanisme di jalanan, yang selama ini dinilai menjadi beban tambahan dan merusak mental pengemudi. Mereka menyebut, praktik pungli sering terjadi di titik-titik tertentu yang justru seolah “dilindungi” oknum tak bertanggung jawab.
Ketua Umum Aliansi Pengemudi Independen (API), Suroso, menegaskan bahwa pengemudi tidak anti terhadap aturan, namun mereka meminta agar pelaksanaan di lapangan tidak sekadar menindas sopir kecil. “Kami mendukung keselamatan, tapi jangan abaikan realitas. Truk ODOL bukan semata pilihan kami, tapi karena kondisi kebutuhan angkut dan tekanan ekonomi,” tegasnya.
Truk ODOL: Dilema Antara Regulasi dan Kenyataan
Regulasi ODOL sejatinya bertujuan mulia: menjaga keselamatan pengguna jalan dan memperpanjang umur infrastruktur. Namun di lapangan, aturan ini menyentuh sisi paling rentan: pengemudi. Mereka terjebak di antara desakan pemilik barang untuk memuat lebih, dan aturan hukum yang membatasi dimensi dan beban muatan truk.
Kepala Dishub Jateng, Arief, menyebut salah satu dasar diberlakukannya aturan ini adalah insiden kecelakaan di Kalijambe, di mana truk ODOL menyebabkan kerugian besar. Namun para sopir beranggapan bahwa kebijakan tidak boleh menggeneralisasi seluruh pelaku usaha angkutan. “Jangan semua truk disamaratakan. Yang merusak jalan itu bukan kami semua,” kata salah satu sopir asal Kendal yang ikut berorasi.
Seruan untuk Solusi Nyata
Aksi hari ini menjadi alarm bagi pemerintah pusat agar segera meninjau kembali skema implementasi aturan ODOL. Para sopir menuntut dialog terbuka, insentif konversi armada, serta pendekatan bertahap yang tidak langsung “mematikan” sumber penghidupan mereka.
Dari aksi damai yang berubah menjadi gelombang kemacetan hingga jeritan hati pengemudi yang bertahun-tahun hidup di balik kemudi, suara mereka hari ini menggema tidak hanya di Jalan Pemuda Semarang, tetapi juga di ruang-ruang kebijakan pusat yang kini ditantang untuk mendengar lebih dalam.
“Kami hanya ingin bisa bekerja dengan tenang, tanpa tekanan, tanpa pungli, dan tanpa ancaman jalanan,” tutup Suroso.
"ODOL bukan sekadar soal dimensi kendaraan, tapi juga dimensi keadilan dan keberpihakan negara terhadap rakyat pekerja".
***
Sumber: BK.
0 Komentar