Queensha.id - Denpasar, Bali.
Suasana mencekam menyelimuti Rumah Tahanan (Rutan) Polresta Denpasar setelah seorang tahanan berinisial AI (34), yang baru sehari menghuni sel, ditemukan tak bernyawa dengan luka-luka mencurigakan. AI merupakan tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur yang baru saja dijebloskan ke tahanan pada Rabu (4/6/2025). Namun malam harinya, ia sudah meregang nyawa.
Kepolisian bergerak cepat dan menetapkan enam orang tahanan sebagai tersangka dalam kasus kematian AI. Mereka adalah DMWK, GARP, IKS, KAJ, dan PPM dan lima di antaranya adalah tahanan kasus narkotika serta ADS yang terlibat kasus pengeroyokan. Semuanya kini disangkakan melakukan penganiayaan secara bersama-sama yang menyebabkan kematian, sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP.
“Enam dari tujuh orang yang kami periksa telah kami tetapkan sebagai tersangka,” ujar Kabid Humas Polda Bali, Kombes Ariasandy, Sabtu (7/6/2025).
Terjatuh yang Berujung Maut
Peristiwa tragis ini bermula ketika AI baru masuk Rutan pada siang hari. Belum 24 jam di balik jeruji, petugas mendapati laporan bahwa AI terjatuh di kamar mandi. Tubuhnya terkapar dan segera dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara. Namun takdir berkata lain. AI menghembuskan napas terakhir pada pukul 20.30 WITA.
Meski laporan awal menyebutkan bahwa AI jatuh sendiri, hasil penyelidikan menunjukkan indikasi kuat adanya kekerasan fisik oleh sesama tahanan.
“Motif para tersangka masih kami dalami. Tapi ini bukan sekadar kecelakaan biasa,” imbuh Ariasandy dengan nada serius.
Hukuman Sebelum Putusan?
Kematian AI memunculkan pertanyaan kelam: apakah di balik jeruji besi, masih ada “pengadilan bayangan”? AI memang merupakan tersangka kasus sensitif—pencabulan anak di bawah umur—yang kerap memicu kemarahan bahkan di antara sesama tahanan. Namun belum ada vonis pengadilan saat nyawanya direnggut.
Dugaan kuat mengarah pada aksi main hakim sendiri, yang kini mengubah enam tahanan menjadi tersangka baru dalam tragedi berdarah ini.
Bayang-bayang Gelap di Balik Dinding Rutan
Kasus ini membuka mata publik tentang gelapnya dinamika kehidupan di dalam tahanan, di mana solidaritas atau kebencian sesama penghuni sel bisa berubah menjadi alat eksekusi yang diam-diam mematikan. AI mungkin datang sebagai tersangka, tapi ia pulang dalam peti jenazah.
Kini, selain menyelidiki motif penganiayaan, polisi juga harus menjawab pertanyaan besar: di mana pengawasan saat tragedi itu terjadi? Apakah ini murni kelengahan, atau ada kelindan diam di balik tembok rutan?
Keadilan untuk Korban, Siapa yang Berhak?
AI adalah tersangka dari kasus yang sangat keji. Tapi hukum belum mengetuk palu bersalah. Ironisnya, ia tewas di tempat yang seharusnya menjadi pengantar menuju keadilan. Kini, giliran enam tahanan lain yang menghadapi jeratan hukum yang tak kalah berat.
Dan masyarakat Bali—serta Indonesia—mungkin akan terus bertanya: Apakah ini hukuman yang layak, atau kematian yang terlalu dini untuk seorang yang belum sempat diadili?
***
Laporan: Tim Investigasi Kriminal | Editor: A.R. Pradipta.
0 Komentar