Queensha.id - Arab Saudi,
Hasrat menunaikan ibadah haji secara instan tanpa melalui jalur resmi harus dibayar mahal oleh puluhan warga asal Kabupaten Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Harapan mereka untuk wukuf di Arafah, rukun wajib dalam ibadah haji, pupus setelah razia besar-besaran yang dilakukan oleh otoritas Arab Saudi berhasil menjaring mereka sebagai jemaah haji ilegal.
Insiden memilukan ini terjadi menjelang puncak haji 9 Dzulhijah 1446 Hijriah. Puluhan jemaah haji yang masuk ke Tanah Suci menggunakan visa non-haji seperti visa kerja dan umrah, terhalang portal menuju Padang Arafah karena tak memiliki "Kartu Nusuk" yang merupakan sebuah identitas digital resmi yang menandakan mereka adalah jemaah legal.
Ketua Panitia Kerja (Panja) Haji 2025 sekaligus Tim Pengawas Haji, H Abdul Wachid, membenarkan kejadian tersebut. Saat dihubungi dari Tanah Suci, legislator asal Jepara ini mengungkap bahwa tak hanya warga Jepara dan Kudus, tapi ratusan ribu jemaah dari berbagai daerah di Indonesia turut masuk ke Arab Saudi melalui jalur ilegal.
"Mereka ditangkap dan dibuang ke pinggiran kota Jeddah dan Madinah," ungkap Abdul Wachid, Selasa (10/6/2025). “Padahal wukuf di Arafah adalah rukun sah ibadah haji. Tanpa itu, hajinya tidak sah.”
Sistem Keamanan Diperketat
Pada tahun ini, Kerajaan Arab Saudi menerapkan sistem keamanan berlapis di berbagai akses masuk ke Makkah dan kawasan Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna). Petugas bersenjata lengkap berjaga 24 jam, dilengkapi pengawasan drone dan pemeriksaan barcode nusuk hingga empat lapis. Bahkan mukimin – WNI yang sudah lama tinggal di Arab Saudi pun tidak luput dari pemeriksaan ketat.
"Tanpa nusuk, jangankan masuk ke Arafah, melintas saja langsung diamankan," imbuh Wachid.
Menurut data Panja Haji, sekitar 40 jemaah dari Jepara, Kudus, dan Demak telah terjaring. Di tingkat nasional, jumlahnya bisa mencapai ratusan ribu orang.
Bisnis Ilegal yang Menggiurkan
Ironisnya, para jemaah haji ilegal ini diberangkatkan oleh biro perjalanan yang menjanjikan ‘haji cepat’ dengan tarif miring antara Rp150 juta hingga Rp250 juta. Padahal, tarif haji legal seperti haji khusus (furoda) bahkan bisa mencapai hampir Rp1 miliar.
“Mereka diiming-imingi harga murah, tapi ternyata tidak mendapatkan fasilitas apa pun. Tak ada hotel, tak ada tenda, bahkan wukuf pun tidak bisa,” jelas Abdul Wachid prihatin.
Ia menyayangkan masih adanya biro perjalanan yang nekat dan tak bertanggung jawab. Untuk itu, ia telah merekomendasikan kepada Kementerian Agama agar biro semacam itu masuk daftar hitam dan dicabut izin operasionalnya.
Edukasi dan Revisi UU Haji
Wachid menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar tidak tergiur rayuan manis biro ilegal. Ia juga menyerukan agar pemerintah daerah bersama DPRD dan Forkompinda lebih aktif dalam memberikan pemahaman tentang bahaya haji non-kuota.
Lebih jauh, DPR RI tengah mendorong revisi Undang-Undang Haji sebagai respons atas ketatnya regulasi Arab Saudi. “Kami mendukung langkah pemerintah Saudi demi pelaksanaan ibadah haji yang lebih tertib, aman, dan nyaman. Ini sejalan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” tandasnya.
Menanti Kesabaran dalam Daftar Tunggu
Indonesia tahun ini mendapatkan kuota sebanyak 221.000 jemaah haji, terdiri dari 203.000 jemaah reguler dan 17.000 jemaah haji khusus. Meski daftar tunggu panjang, Wachid mengimbau masyarakat untuk bersabar dan tetap melalui jalur resmi.
“Haji itu bukan hanya perjalanan spiritual, tapi juga tentang kedisiplinan dan keikhlasan. Jangan cari jalan pintas, karena bisa berakhir sia-sia,” tutupnya.
Jadi, jangan tergoda rayuan biro perjalanan ilegal. Pastikan keabsahan dokumen dan jalur keberangkatan Anda melalui Kementerian Agama. Haji bukan hanya soal niat, tapi juga ketaatan terhadap aturan demi keselamatan dan keberkahan ibadah.
***
Sumber: L6.
0 Komentar