Breaking News

Fatwa Haram Sound Horeg dari Ponpes Besuk Pasuruan: MUI Memahami, Publik Bertanya

Foto, salah satu sound horeg.

Queensha.id - Pasuruan,

Dalam momentum 1 Muharram 1447 Hijriah, Pondok Pesantren Besuk di Kabupaten Pasuruan mengeluarkan fatwa tegas yang mengundang perhatian publik: penggunaan sound horeg dinyatakan haram. Fatwa ini lahir dari hasil bahtsul masail (pembahasan hukum Islam) internal pesantren dan langsung mendapat respons dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Ketua Bidang Fatwa MUI, KH Asrorun Niam Sholeh, menyampaikan bahwa MUI bisa memahami alasan di balik keluarnya fatwa tersebut.

"Hasil bahtsul masail tersebut bisa dipahami," ujar Niam kepada wartawan, Sabtu (4/7/2025).

Menurutnya, aktivitas sound horeg berpotensi menimbulkan mafsadah atau kerusakan sosial, seperti gangguan ketertiban umum, pencemaran suara, hingga potensi memicu perilaku negatif dalam pergaulan remaja.

"Mengingat ada mafsadah yang ditimbulkan dari aktivitas sound horeg tersebut yang harus dicegah dan itu kontekstual. Karenanya hukum keagamaan yang ditetapkan harus dipahami utuh lengkap dengan konteksnya," tegas Niam.

Bukan Sekadar Suara Bising

Fatwa yang dikeluarkan oleh Ponpes Besuk bukan sekadar melarang suara bising atau sound system dengan volume tinggi. Pengasuh pondok, KH Muhibbul Aman Aly, menekankan bahwa yang difatwakan haram adalah fenomena sosial bernama sound horeg—sebuah istilah yang lekat dengan budaya musik keras, euforia pesta jalanan, hingga potensi pelanggaran nilai-nilai syariat.

"Kami putuskan perumusan dengan tidak hanya mempertimbangkan aspek dampak suara, tapi juga mempertimbangkan mulazimnya disebut dengan sound horeg, bukan sound system," ujar Kiai Muhib, dikutip dari akun Instagram @ajir_ubaidillah (30/6/2025).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa status haram berlaku universal, di manapun lokasi dan dalam kondisi apapun, selama praktik tersebut memenuhi kriteria sosial dan moral yang selama ini dikaitkan dengan sound horeg.

"Kalau begitu, maka hukumnya lepas dari tafsir itu sudah, di manapun tempatnya dilaksanakan, mengganggu atau tidak mengganggu, maka hukumnya adalah haram," tegasnya.


Apa Itu Sound Horeg?

Dalam bahasa masyarakat Jawa Timur, sound horeg merujuk pada praktik penggunaan speaker besar di acara hajatan, pawai, hingga kontes dangdut jalanan yang kadang memicu kegaduhan, kerumunan, dan bahkan pelanggaran norma sosial. Aktivitas ini kerap dikritik karena membahayakan keselamatan jalan raya, mengganggu waktu ibadah, dan menumbuhkan budaya pamer yang berlebihan.

Beberapa waktu terakhir, fenomena sound horeg juga menjadi sorotan di media sosial, dengan banyak warganet yang mengeluh soal ketidaknyamanan yang ditimbulkan.


Respons Warganet dan Publik

Fatwa ini menuai pro-kontra. Sebagian masyarakat mendukung penuh langkah pesantren dan MUI sebagai bentuk perlindungan terhadap ketertiban umum dan nilai agama. Namun, ada juga yang mempertanyakan apakah pelarangan ini bisa disosialisasikan secara bijak tanpa menimbulkan konflik horizontal, terutama di daerah yang menjadikan sound horeg sebagai bagian dari tradisi.

Pakar sosiologi budaya dari Universitas Brawijaya, Dr. Munawaroh, menyebut pentingnya edukasi dalam menyikapi fatwa tersebut.

"Fatwa adalah produk keagamaan. Tapi dampaknya bisa menjadi sosial dan budaya. Maka perlu dialog yang sehat agar masyarakat bisa memahami dan tidak merasa disalahkan secara sepihak," jelasnya.


Jadi, fatwa haram atas sound horeg dari Ponpes Besuk adalah sinyal kuat akan pentingnya menata kembali ruang publik, etika hiburan, dan keselarasan nilai-nilai sosial keagamaan. MUI memahami keputusan tersebut, namun tantangan ke depan adalah bagaimana mengedukasi masyarakat tanpa memantik resistensi budaya.

Apakah Indonesia siap menata ulang bentuk-bentuk ekspresi budaya yang selama ini dianggap ‘biasa’? Diskusi ini belum selesai.



0 Komentar

© Copyright 2025 - Queensha Jepara
PT Okada Entertainment Indonesia