Foto, persawahan yang pengambilalihan tanah telantar. |
Queensha.id - Jakarta,
Polemik pengambilalihan tanah telantar oleh negara kembali menjadi sorotan publik. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa langkah ini bukan bentuk perampasan hak milik, melainkan upaya strategis untuk memastikan pemanfaatan tanah secara optimal demi kepentingan umum dan keadilan agraria.
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, menyampaikan bahwa tanah telantar mencakup tanah yang sudah memiliki hak, seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP), bahkan Hak Milik (HM), namun tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya dalam jangka waktu tertentu.
"Jika hak atas tanah diberikan negara, maka ada fungsi sosial yang melekat padanya. Bila tanah itu dibiarkan tidak produktif, maka negara punya wewenang untuk menertibkannya," ujar Nusron dalam beberapa kesempatan.
Fungsi Sosial, Bukan Kepemilikan Absolut
Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR), Jonahar, menegaskan bahwa hak atas tanah bukanlah hak absolut. Ada fungsi sosial yang harus dipenuhi. Ketika kebutuhan masyarakat atas lahan meningkat, sementara banyak tanah terbengkalai, negara dapat mengambil langkah untuk mengoptimalkannya.
"Negara bukan serta-merta mengambil alih. Ada proses inventarisasi, evaluasi, dan pendekatan hukum yang panjang. Semua diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar," jelas Jonahar pada Jumat (17/7/2025).
Tujuan Pengambilalihan
Kebijakan ini memiliki beberapa tujuan strategis:
- Mengoptimalkan penggunaan lahan untuk infrastruktur, pertanian, perumahan rakyat, dan fasilitas publik.
- Mencegah spekulasi tanah oleh pihak tertentu yang hanya menguasai tanpa memanfaatkan.
- Menyediakan cadangan lahan untuk proyek-proyek strategis nasional dan daerah.
Apa Itu Tanah dan Kawasan Telantar?
PP 20/2021 membagi objek penertiban menjadi dua:
1. Kawasan Telantar (Pasal 6)
Kawasan yang sudah memiliki izin namun tidak dimanfaatkan sesuai peruntukan. Ini mencakup:
- Kawasan pertambangan yang tidak digarap
- Kawasan industri yang tidak dibangun
- Proyek perumahan skala besar yang mangkrak
- Kawasan pariwisata yang tidak dikembangkan
- Kawasan perkebunan yang tidak ditanami
2. Tanah Telantar (Pasal 7)
Merujuk pada bidang tanah individual yang tidak dimanfaatkan secara aktif dan dapat meliputi:
- Tanah Hak Milik (HM) yang ditelantarkan atau dikuasai pihak lain selama 20 tahun tanpa hubungan hukum.
- Tanah HGB, HP, HPL yang tidak diusahakan sejak 2 tahun hak diterbitkan.
- Tanah HGU yang dibiarkan tidak digunakan dalam waktu 2 tahun.
- Tanah dengan Dasar Penguasaan, termasuk tanah adat atau warisan yang tidak dipelihara.
Namun, tanah milik masyarakat hukum adat dan aset Bank Tanah tidak termasuk dalam objek penertiban.
Tahapan Inventarisasi dan Pelaporan
Sebelum pengambilalihan, tanah atau kawasan yang terindikasi telantar akan melalui proses inventarisasi:
Inventarisasi Kawasan Telantar:
- Dilakukan oleh instansi pemberi izin (seperti Kementerian ESDM atau Pertanian).
- Jika tidak dilakukan dalam 90 hari, Kementerian ATR/BPN bisa mengambil alih proses ini.
Inventarisasi Tanah Telantar:
- Dilakukan oleh Kantor Pertanahan setempat minimal 2 tahun setelah hak diberikan.
- Informasi bisa berasal dari pemegang hak, instansi lain, hingga masyarakat.
- Harus disertai data tekstual dan spasial untuk menjadi bahan evaluasi lebih lanjut.
Ketegasan Sekaligus Perlindungan
Kebijakan ini sekaligus menjadi peringatan bagi para pemilik tanah agar tidak membiarkan aset mereka terbengkalai. Negara memberikan waktu, ruang klarifikasi, dan bahkan peluang pemanfaatan kembali sebelum benar-benar melakukan pengambilalihan.
"Ini bukan soal merampas, tapi soal keadilan agraria dan menjawab kebutuhan ruang hidup masyarakat yang semakin mendesak," pungkas Jonahar.
Langkah ini diharapkan menjadi solusi atas ketimpangan pemanfaatan tanah di Indonesia—di mana banyak lahan dibiarkan kosong, sementara masyarakat masih kesulitan mengakses lahan untuk tempat tinggal maupun usaha.
***
Sumber: KPS.
0 Komentar