Foto, patung dan lukisan Ratu Shima. |
Queensha.id - Jepara,
Dalam sejarah panjang Nusantara, nama Ratu Shima menjadi salah satu sosok pemimpin perempuan yang tak hanya dihormati karena kebijaksanaannya, tetapi juga karena ketegasannya dalam menegakkan hukum. Tak banyak yang tahu, sosok yang hidup di abad ke-7 ini pernah begitu terkenal hingga ke jazirah Arab, bahkan di masa hidup Nabi Muhammad SAW (570–632 M).
Ratu Shima lahir pada tahun 611 M di wilayah yang kini dikenal sebagai Sumatra Selatan. Ia kemudian berpindah ke Pulau Jawa, tepatnya ke Jepara, Jawa Tengah. Setelah menikah dengan Raja Kartikeyasinga dari Kerajaan Kalingga. Setelah sang suami wafat pada 678 M, Ratu Shima naik tahta karena tidak ada penerus yang cukup usia untuk memimpin.
Kepemimpinan Ratu Shima menandai era keemasan Kerajaan Kalingga. Ia dikenal sebagai pemimpin yang cerdas dan adil, terutama dalam menata sistem perdagangan. Pelabuhan Jepara disulap menjadi sentra perdagangan yang ramai dan strategis. Para pedagang dari berbagai penjuru Nusantara bahkan luar negeri, termasuk Dinasti Tang dari Tiongkok, mulai berdatangan.
Sejarawan mencatat bahwa Kerajaan Kalingga kala itu bahkan sudah mengekspor garam dalam jumlah besar. Dalam buku Naskah China Kuno yang terhimpun di Nusantara dalam Catatan Tionghoa (2009), disebutkan bahwa para pedagang Tiongkok menyaksikan langsung kemakmuran dan kedisiplinan rakyat Kalingga di bawah pemerintahan Ratu Shima.
Namun, ketegasan Ratu Shima dalam menegakkan hukum menjadi kisah yang paling legendaris. Dalam sebuah catatan sejarah Arab, dikisahkan Raja Ta Shih dari Arab yang hidup dalam era awal kekhalifahan Islam yang pernah menguji kejujuran rakyat Kalingga. Ia meletakkan sekantong emas di tengah jalan, dan karung itu tetap utuh selama berbulan-bulan, tak seorang pun berani menyentuhnya.
Namun, insiden kecil terjadi ketika Pangeran Narayana yang merupakan anak Ratu Shima sendiri tak sengaja menyenggol karung tersebut dengan kakinya. Ratu Shima pun segera mengeluarkan titah bahwa pelanggaran hukum harus dihukum. Awalnya, Narayana dijatuhi hukuman mati. Namun karena mempertimbangkan bahwa itu dilakukan tanpa niat jahat, hukumannya diubah: hanya kaki sang pangeran yang dipotong, karena dianggap sebagai bagian tubuh yang "bersalah."
Ketegasan tersebut menjadi buah bibir hingga ke jazirah Arab dan memperkuat citra Ratu Shima sebagai pemimpin yang menjunjung tinggi keadilan tanpa pandang bulu, bahkan terhadap darah dagingnya sendiri. Nama Ratu Shima pun hidup dalam berbagai catatan sejarah sebagai simbol pemimpin perempuan yang agung, tangguh, dan lurus.
Ratu Shima wafat pada tahun 695 M. Sekitar 57 tahun setelah kepergiannya, kejayaan Kalingga pun perlahan memudar dan akhirnya runtuh pada tahun 752 M. Meski demikian, warisan nilai dan kepemimpinan Ratu Shima masih terus bergema, bahkan disebut dalam banyak manuskrip kuno, baik lokal maupun mancanegara.
Subhanallah, dari Jepara, suara dan nama seorang perempuan Nusantara pernah menggema hingga tanah suci dan jazirah Arab. Sebuah kisah yang patut dijadikan inspirasi lintas zaman: bahwa keadilan, integritas, dan kepemimpinan sejati akan selalu dikenang.
***
Sumber: BS.
0 Komentar