Foto, edukasi sosial. |
Queensha.id - Edukasi Sosial,
Usia 35 hingga 40 tahun sering dianggap sebagai fase keemasan, padahal bagi sebagian besar orang, usia ini justru menjadi titik balik paling berat dalam kehidupan. Di usia inilah, banyak manusia mulai diuji dengan rentetan persoalan yang tak hanya menguras emosi, tetapi juga iman. Mulai dari kesehatan orang tua yang menurun, konflik rumah tangga yang memuncak, hingga perubahan perilaku anak-anak yang mulai beranjak remaja.
Bagi sebagian, ini adalah usia yang membuka tabir kerapuhan dan kealpaan. Bagi yang lain, ini adalah waktu yang disiapkan Tuhan sebagai panggilan pulang—bukan secara fisik, melainkan secara spiritual: kembali kepada fitrah, kepada taubat, kepada-Nya.
“Biasanya, usia ini jadi awal dari masa penuh muhasabah,” kata Ustaz Hasyim dari Jepara. “Orang yang peka, akan segera sadar bahwa semua ujian itu bukan sekadar cobaan, tapi panggilan. Allah menginginkan kita kembali, bersimpuh, dan memperbaiki hidup.”
Ujian yang Menyentak Kesadaran
Ujian pada rentang usia ini tidak pandang bulu. Seorang suami bisa terjebak dalam pengkhianatan. Seorang istri bisa jatuh dalam kelelahan batin dan fisik. Seorang anak remaja bisa menguji batas kesabaran. Bahkan, orang tua bisa meninggalkan dunia dalam waktu yang tak diduga.
Namun, ada yang lebih menyedihkan dari ujian itu sendiri—yaitu ketika manusia justru mengabaikan semua peringatan itu. Bukannya kembali kepada Tuhan, malah terus-menerus hanyut dalam kemewahan dunia. Mobil, rumah mewah, kebun durian, peternakan, saham, atau bahkan cinta baru yang semu—semua itu lebih diprioritaskan daripada berbenah jiwa.
Petunjuk Ilahi yang Terlupakan
Padahal, Al-Qur’an sudah memberi petunjuk tentang pentingnya fase usia ini. Dalam Surah al-Ahqaaf ayat 15, Allah SWT berfirman:
"...Setelah ia besar sampai ke peringkat dewasa yang telah sempurna kekuatannya dan sampai ke peringkat umur empat puluh tahun, berdoalah ia dengan berkata: 'Wahai Tuhanku, ilhamkanlah daku supaya tetap bersyukur akan nikmat-Mu…'"
Ayat ini tidak hanya memberi tanda, tapi juga sebuah harapan: bahwa manusia diberi waktu untuk kembali. Sayangnya, tidak semua mau membuka hati untuk memahami pesan itu.
Realita yang Menyedihkan: Ketika Nafsu Tak Pernah Menua
Ada pula yang merasa tetap muda, padahal kerut sudah mulai menjalar, uban sudah menghiasi kepala. Namun, hasrat dunia tidak pernah tua. Nafsu tetap membara, memaksa raga yang lelah untuk terus mengejar bayang-bayang kesenangan dunia. Rumah tangga yang halal ditinggalkan, masjid dijauhi, dan waktu dihabiskan untuk memuaskan keinginan yang tak ada ujungnya.
Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:
"Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampaui umur tersebut."
(HR. Ibnu Majah: 4236)
Jika saat ini usia kita 35 tahun, lalu tiba-tiba kita dipanggil Tuhan esok hari, apa bekal kita? Apakah kita sudah siap?
Peringatan dari Al-Hasyr:18
Allah SWT pun telah memperingatkan:
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan lihatlah diri masing-masing, apa yang sudah ia persiapkan untuk hari esoknya."
[Al-Hasyr: 18]
Ini bukan sekadar retorika. Ini perintah langsung untuk berkaca. Apa amal kita? Apa warisan baik yang kita tinggalkan? Sudahkah kita mencintai Allah lebih dari dunia?
Waktu terus berjalan. Alam barzakh menanti. Kehidupan akhirat bukan ilusi, melainkan kepastian. Dunia hanya panggung singkat—yang jika tidak dimaknai, hanya akan menjadi tempat manusia tertipu.
Usia 35–40 tahun bukanlah angka semata. Ia adalah seruan lembut dari Tuhan agar kita berhenti sejenak—melihat ke dalam, lalu kembali kepada-Nya.
Bila hari ini kamu masih diberi waktu dan kesadaran untuk membaca ini, maka jangan tunggu usia 50, 60 atau 70. Mungkin saat itu, tubuhmu masih hidup, tapi hatimu sudah tak lagi bisa merasakan panggilan pulang.
"Jangan hanya hidup. Hidupkan jiwamu. Sebelum semuanya terlambat".
***
Sumber: RF.
0 Komentar