Foto, penentang kebijakan Bupati Pati. |
Queensha.id - Pati,
Jagat media sosial belakangan ini diwarnai “perang buzzer” antara kelompok pendukung dan penentang Bupati Pati, Sudewo. Isu kenaikan pajak hingga perubahan jam belajar sekolah menjadi pemicu riuhnya perdebatan, yang kemudian menjalar ke jalanan lewat aksi-aksi protes.
Di tengah arus itu, muncul sosok Husain Hafid, aktivis mungil asal Pucakwangi, Pati Kidul, yang berani menantang pejabat hingga menyuarakan perlawanan di depan publik. Aksi lantangnya menghadang Plt Sekda Pati, Riyoso bahkan di hadapan adiknya sendiri, Sunarwi yang membuat nama Husain melambung bak pahlawan baru di mata sebagian warga.
Pucakwangi sendiri bukan sekadar wilayah kecil. Menurut data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pati, daerah ini lekat dengan sejarah Parang Garuda dan Carangsoka, kerajaan lama yang ditaklukkan Raden Kembang Joyo sebelum lahirnya Kadipaten Pati. Aura perlawanan seakan diwarisi Husain, yang kerap tampil garang dalam aksi-aksi protes.
Gejolak Pajak dan Aksi Massa
Kebijakan Bupati Sudewo yang menaikkan pajak hingga 250 persen dan mengubah jam belajar sekolah dari enam hari menjadi lima hari menyulut amarah warga. Dengan semangat perlawanan ala Samin Surosentiko, masyarakat Pati bergerak menggalang donasi untuk menggelar demonstrasi besar pada 13 Agustus 2025.
Namun, sebelum massa turun, Bupati Sudewo memilih melunak. Kebijakan kenaikan pajak dibatalkan, jam belajar pun dikembalikan seperti semula. Meski demikian, bara protes tak serta-merta padam.
Aktivis Yayak Gundul yang semula dikenal vokal menentang Bupati dan malah berbalik arah. Ia mendukung pemerintah dengan alasan hanya menolak kenaikan pajak, bukan mengkudeta kekuasaan. Sikapnya membuat sebagian warga kecewa, dan dunia maya pun ramai mencaci maki.
Husain vs Yayak: Rivalitas Baru
Di sinilah nama Husain Hafid semakin mencuat. Dengan suara serak-serak basah penuh emosi, ia menantang Yayak Gundul secara terbuka. “Yak, aku Husain Hafid. Aku tahu tentang dirimu, Yak. Sekarang aku musuhmu. Ini wajahku, Yak,” katanya dalam sebuah video yang viral di media sosial.
Husain yang awalnya dielu-elukan karena keberaniannya, belakangan juga dihujani kritik. Sejumlah akun Facebook seperti Ande-ande Lumut, Yamsari Bintang Cakrawala, hingga Wadi Wadi Darji mempertanyakan komitmen serta rekam jejaknya. Sebagian menyebutnya pengkhianat, sebagian lain menilai ia masih menyimpan idealisme.
Mundurnya Demo Jilid II
Gejolak makin meruncing ketika Husain, yang sebelumnya menggaungkan aksi jilid II pada 25 Agustus 2025, tiba-tiba mengumumkan pembatalan. Dalam video berdurasi 2 menit 15 detik yang beredar luas, Husain menyatakan sejumlah aspirasi masyarakat sudah mendapat perhatian langsung dari Bupati Sudewo, sehingga aksi lanjutan dianggap tak perlu lagi.
“Kami ingin menyampaikan aspirasi dengan cara yang lebih elegan, tanpa menimbulkan keresahan,” ujar Husain kepada wartawan, Selasa (19/8/2025).
Bupati Sudewo sendiri menyambut baik langkah tersebut. “Pemerintah Kabupaten Pati selalu terbuka untuk berdialog. Semua keluhan, aduan, dan saran dari masyarakat adalah bagian dari pembangunan,” tegasnya.
Antara Pahlawan dan Pengkhianat
Kini, Husain menjadi buah bibir di Bumi Mina Tani. Ada yang memujinya sebagai simbol perlawanan, ada pula yang menudingnya “mati suri” dalam perjuangan demokrasi. Dari seorang aktivis lantang, ia kini digadang menjadi mediator antara rakyat dan pemerintah.
Pertanyaannya, siapa sebenarnya pahlawan sejati di tengah kisruh ini? Husain yang berani bersuara, Yayak Gundul yang memilih kompromi, atau masyarakat yang terus menuntut perubahan?
Di era demokrasi dan media sosial, jawaban itu tampaknya akan selalu dibentuk oleh narasi baik dari suara rakyat, maupun dari arus buzzer yang kian membelah opini.
***