Notification

×

Iklan

Iklan

Gaji Rp 3 Juta Sehari, DPR: Uang Kalian Juga Itu

Jumat, 15 Agustus 2025 | 01.57 WIB Last Updated 2025-08-14T18:58:18Z

Foto, tangkap layar dari unggahan akun Facebook Lintas Berita Jepara.


Queensha.id - Jepara,


Kabar kenaikan gaji anggota DPR periode 2024–2029 hingga menembus Rp 100 juta per bulan, atau setara Rp 3 juta per hari, memantik diskusi publik yang beraroma satire. Unggahan akun Facebook Lintas Berita Jepara menyebut fenomena ini sebagai “lelucon klasik” negeri, di mana jabatan tinggi kerap diiringi kebutuhan yang “tak kalah tinggi.”


Kenaikan ini, menurut keterangan sejumlah legislator, dilakukan sebagai kompensasi karena mereka tak lagi mendapatkan rumah dinas. Tambahan Rp 50 juta per bulan dianggap sebagai “pengganti” yang wajar. “Kan, tidak dapat rumah,” ujar seorang anggota DPR, seolah mengeluh, namun tetap tersenyum di depan kamera.


Bila dihitung, gaji Rp 3 juta sehari cukup untuk membeli sekitar 300 piring nasi campur di kaki lima atau membayar uang pangkal tiga anak SD swasta sekaligus. Sebaliknya, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pendapatan per kapita masyarakat Indonesia rata-rata hanya Rp 78,6 juta per tahun atau sekitar Rp 215 ribu per hari. Angka itu harus cukup untuk makan, biaya sekolah anak, membayar listrik, hingga ongkos transportasi.


“Mohon maaf ya, dengan wartawan sehari berapa?” tanya sang legislator sambil tersenyum. Perbandingan yang dilontarkan mungkin terdengar ringan, namun menyinggung fakta bahwa jurang penghasilan antara rakyat dan wakilnya bak jarak langit dan sumur: satu bisa mempertimbangkan membeli jet pribadi, yang lain masih menimbang ongkos kendaraan umum.


Sementara itu, Indeks Menabung Konsumen (IMK) justru turun ke level 82,2, menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Penyebabnya adalah tingginya pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan, memaksa masyarakat memilih antara menyekolahkan anak atau menabung.


Di ranah lain, ada ungkapan “perilaku korup terjadi di semua sektor.” Bedanya, rakyat kecil yang curang mungkin hanya menyembunyikan selembar mendoan di balik piring, sementara korupsi di level pejabat bisa berbentuk proyek fiktif bernilai miliaran.


Pada akhirnya, publik dihadapkan pada ironi. Jika gaji Rp 3 juta per hari disebut “bersyukur,” maka bagaimana menyebut rakyat yang hidup dengan Rp 215 ribu per hari? Pasrah? Ikhlas? Atau sekadar bertahan di tengah mimpi buruk yang nyata?


Pertanyaan itu mungkin hanya bisa dijawab di meja-meja Senayan, di mana keputusan soal uang publik diambil. Namun, sebagaimana kritik yang beredar, rezeki memang dibagi Tuhan secara merata tapi hanya saja, ada yang kebagian piring berlian, sementara yang lain berebut nasi basi di pinggir rel.


***

Queensha Jepara
14 Agustus 2025



×
Berita Terbaru Update