Foto, peternakan babi dikutip dari Kepulauan Riau. |
Queensha.id - Jepara,
Pemerintah Kabupaten Jepara menegaskan sikap tegasnya terkait rencana investasi peternakan babi di wilayahnya. Bupati Jepara, Witiarso Utomo, menyampaikan bahwa pemerintah tidak akan mengeluarkan izin tanpa adanya persetujuan dari para ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta tokoh agama lainnya.
Pernyataan ini disampaikan Bupati yang akrab disapa Wiwit, saat menghadiri Sosialisasi Hasil Bahtsul Masail di Gedung Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jepara, Senin (4/8/2025).
“Setiap keputusan kebijakan di Jepara, termasuk soal investasi, harus sejalan dengan dawuh kiai dan fatwa MUI. Tanpa persetujuan dari MUI, NU, dan tokoh agama lainnya, izin tidak akan kami keluarkan,” tegas Bupati Wiwit.
Tiga Rekomendasi Resmi dari PCNU Jepara
Sikap Pemkab Jepara ini sejalan dengan keputusan resmi PCNU Jepara yang menyatakan penolakan terhadap pendirian peternakan babi di wilayah Jepara. Penolakan itu dirumuskan dalam Surat Keputusan Nomor 36/PC.01/A.II.01.03/1416/08/2025, hasil Bahtsul Masail yang digelar pada Ahad (3/8).
Surat keputusan tersebut ditandatangani oleh empat tokoh penting:
- KH. Khayatun Abdullah Hadziq (Rais Syuriah)
- KH. M. Nasrullah Huda (Katib Syuriah)
- KH. Charis Rohman (Ketua Tanfidziyah)
- KH. Ahmad Sahil (Sekretaris)
Tiga rekomendasi PCNU tersebut antara lain:
- Meminta Pemkab Jepara tidak memberikan izin pendirian peternakan babi di seluruh wilayah Kabupaten Jepara.
- Menolak usaha-usaha lain yang bertentangan dengan kultur religius masyarakat Jepara.
- Mendorong pemerintah menggali potensi ekonomi dari sumber-sumber yang halal dan legal demi kemaslahatan dunia dan akhirat masyarakat.
Bupati: Bukan Soal Uang, Ini Soal Prinsip
Bupati Wiwit mengungkapkan bahwa investor telah mengajukan rencana besar, yakni membangun peternakan babi skala ekspor dengan kapasitas 2–3 juta ekor per tahun. Bahkan, nilai retribusi untuk Pemkab disebut bisa mencapai Rp300 ribu per ekor, belum termasuk kontribusi Corporate Social Responsibility (CSR).
Namun, ia menegaskan bahwa angka-angka itu bukan menjadi dasar utama pengambilan keputusan.
“Jepara adalah daerah yang religius. Kami lebih memilih mendengarkan petuah dan fatwa para kiai agar setiap keputusan tidak melukai nilai-nilai masyarakat,” tegasnya.
Pemerintah Kabupaten Jepara, kata Wiwit, tetap membuka pintu selebar-lebarnya untuk investasi. Namun, semua investasi harus melalui proses seleksi yang sesuai dengan norma masyarakat, nilai religius, dan fatwa keagamaan.
Antara Ekonomi dan Religiusitas: Jepara Memilih Jalan Tengah
Rencana investasi peternakan babi ini telah memantik reaksi luas, khususnya di media sosial dan ruang-ruang diskusi publik. Di tengah dorongan peningkatan PAD dan investasi, Jepara justru menunjukkan sikap berani dan tegas: ekonomi penting, tetapi tidak boleh mengorbankan akidah dan kultur keagamaan masyarakat.
Sikap ini diharapkan menjadi contoh bahwa harmoni antara pembangunan dan nilai religius bisa dijaga tanpa harus saling mengorbankan. Pembangunan tetap harus berpijak pada identitas lokal, bukan sekadar hitungan angka semata.
***
Sumber: AA/Haid.