Notification

×

Iklan

Iklan

Jangan Kaget Jika Pati Demo Besar-besaran, Karena Samin Surosentiko Juga Dulu Melawan Membayar Pajak

Rabu, 13 Agustus 2025 | 22.37 WIB Last Updated 2025-08-13T15:39:31Z


Foto, Samin Surosentiko, tokoh petani.

Queensha.id - Pati ,

Suasana Kabupaten Pati tengah memanas. Rencana aksi unjuk rasa besar-besaran terkait kenaikan pajak dan sejumlah kebijakan daerah lainnya menjadi buah bibir warga. Sejumlah organisasi masyarakat, kelompok tani, hingga pedagang kecil disebut siap turun ke jalan.


Kemarahan ini bukan tanpa alasan. Kenaikan pajak yang dinilai memberatkan, ditambah pernyataan tegas Bupati Pati yang menyebut “jangankan 5.000 orang, bahkan 50.000 orang saya tidak takut”, justru memantik semangat perlawanan warga.


Menariknya, jika menengok sejarah, perlawanan masyarakat Pati terhadap kebijakan pajak sebenarnya bukan hal baru. Lebih dari seabad lalu, wilayah ini sudah mengenal sosok legendaris bernama Samin Surosentiko, tokoh petani asal Blora, Jawa Tengah, yang ajarannya tersebar luas hingga Pati.



Warisan Perlawanan Pajak ala Samin


Samin Surosentiko hidup pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, dan dikenal sebagai figur yang menolak tunduk pada kebijakan pajak pemerintah kolonial Belanda. Bedanya dengan pemberontakan bersenjata, perlawanan Samin dilakukan secara damai: tidak membayar pajak, tidak menyerahkan hasil bumi, dan menolak tunduk pada aturan yang dianggap menindas.


Bagi Samin, pajak yang diberlakukan kala itu tidak manusiawi. “Lahan dan hasil panen adalah milik petani, bukan untuk diperas demi kepentingan penguasa,” begitu inti ajaran yang diwariskan kepada para pengikutnya.


Pada 1907, Samin ditangkap aparat kolonial dan diasingkan ke Padang hingga wafat pada 1914. Namun, semangatnya tak padam. Ajaran Samin menyebar luas di wilayah pesisir utara Jawa Tengah, termasuk Pati, dan diwariskan turun-temurun.



Gaung yang Kembali Terdengar


Kini, lebih dari 100 tahun berselang, gema perlawanan pajak kembali terdengar di Pati. Meski situasi berbeda dan bukan penjajahan, melainkan kebijakan pemerintah daerah yang sentimen kepada masyarakat serta merasa “diperberat” oleh pajak masih serupa.


“Sejarah membuktikan, Pati bukan daerah yang diam jika rakyatnya merasa ditekan,” kata seorang tokoh masyarakat setempat kepada awak media.


Jika rencana aksi ini benar-benar berlangsung besar-besaran, Pati akan kembali menjadi sorotan publik, bukan hanya karena jumlah massanya, tetapi juga karena akar sejarah perlawanan rakyatnya yang panjang.


***

Sumber: BS.

×
Berita Terbaru Update