Notification

×

Iklan

Iklan

Kisah Mbah Arifin Menunggu Kekasihnya Sejak 1970-an, Kini Wajahnya Diabadikan di Kayutangan

Rabu, 06 Agustus 2025 | 05.54 WIB Last Updated 2025-08-05T22:55:47Z

Foto, Mbah Arifin.


Queensha.id - Malang,


Di balik keindahan koridor heritage Jalan Basuki Rahmat, atau yang dikenal sebagai Kayutangan Heritage, Kota Malang menyimpan satu kisah cinta yang menggugah hati. Sebuah mural wajah pria tua terpampang di dinding sisi selatan jalan, tak jauh dari Bank BNI yang bukan sekadar karya seni, melainkan monumen kesetiaan seorang lelaki bernama Mbah Arifin.


Mbah Arifin bukan tokoh nasional, bukan pula selebritas. Namun kisah hidupnya menjadi legenda lokal, bahkan viral di media sosial, karena penantian panjangnya terhadap sang kekasih yang tak pernah kembali.



Duduk Menunggu Sejak 1970-an


Dikenal juga dengan sebutan Mbah Gombloh, pria ini disebut mulai menanti sejak awal dekade 1970-an. Setiap hari, ia duduk di sudut jalan yang sama, dari pagi hingga sore menjelang malam. Tempat ia biasa menunggu kini menjadi lokasi mural wajahnya, tepat di bekas area Toko Surabaya.


Menurut pemerhati budaya dan sejarah Malang, Agung Buana, penantian itu bermula dari janji seorang wanita yang berjanji akan kembali menemuinya di lokasi tersebut.


“Kisahnya bermula dari janji di tahun 1965. Tapi hingga akhir hayatnya, perempuan itu tak pernah datang lagi,” ujar Agung.


Warga sekitar percaya bahwa cinta Mbah Arifin begitu dalam, hingga tak terhapus oleh waktu dan jarak. Ia tetap datang setiap hari, menunggu tanpa lelah, meski tak ada kepastian.



Rumah Jauh, Cinta Tetap Dekat


Yang membuat penantian Mbah Arifin kian menyentuh, adalah kenyataan bahwa rumahnya tidak dekat dengan lokasi. Ia tinggal di perbatasan Kota Malang dan Kota Batu. Namun itu tak menyurutkan tekadnya untuk datang dan menanti di tempat yang sama, sepanjang hari, selama puluhan tahun.



Versi Lain yang Tak Kalah Misterius


Seperti legenda urban pada umumnya, kisah Mbah Arifin memiliki lebih dari satu versi. Dalam cerita yang berbeda, ia disebut sebagai mantan pengusaha kaya asal Surabaya yang jatuh miskin karena judi. Setelah semua hartanya habis, ia merantau ke Malang dan bekerja sebagai juru parkir.


Namun, banyak yang mencatat keanehan dari sosok ini. Meski tampak hidup sederhana, ia rutin menerima kiriman makanan dari mobil mewah, dan bahkan dijemput kendaraan misterius setiap sore. Diduga, itu adalah uluran tangan dari anaknya yang masih peduli.


“Versi kedua ini memang ada, tapi kisah cinta dan kesetiaannya yang paling membekas di hati masyarakat,” kata Agung.



Mural Kesetiaan di Tengah Kota


Kini, wajah Mbah Arifin tak lagi hadir secara fisik, namun semangat cintanya tetap hidup dalam mural Kayutangan. Warga dan wisatawan yang melintas, tak hanya disuguhi keindahan arsitektur kolonial, tetapi juga jejak emosi mendalam dari seorang pria sederhana yang mencintai dengan sepenuh jiwa.


“Ini bukan sekadar kisah romantis. Ini adalah pengingat bahwa cinta sejati itu nyata, meski kadang tidak berakhir bahagia,” tutup Agung.


Mbah Arifin telah berpulang sejak 8 April 2017. Namun, penantiannya kini menjadi warisan tak tertulis, kisah yang dibisikkan dari generasi ke generasi—tentang cinta, janji, dan kesetiaan yang menolak kalah oleh waktu.



***

Sumber: Sr.

×
Berita Terbaru Update