Foto, perangkat desa di Indonesia sedang membantu mengukur tanah dari warga. |
Queensha.id - Jepara,
Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah salah satu upaya pemerintah untuk memastikan seluruh bidang tanah milik warga memiliki sertifikat yang sah dan tercatat resmi di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak masyarakat yang belum memahami aturan mengenai biaya dan proses pengukuran tanah, sehingga membuka celah munculnya pungutan-pungutan tak resmi.
Pengukuran Tanah dan Budaya “Uang Bensin-Rokok”
Ketua (Gerakan Raya Indonesia Bersatu) Grib Jaya Jepara, Agus Adodi Pranata, menyampaikan bahwa praktik pemberian uang kepada aparatur desa dalam konteks pengukuran tanah memang sering terjadi di masyarakat.
“Sudah bukan rahasia umum lagi kalau ada biaya pengukuran tanah, karena budaya masyarakat kita, kalau mengundang aparatur desa itu rasanya tidak enak kalau tidak memberi uang bensin dan uang rokok,” ujarnya, Minggu (3/8/2025).
Meski demikian, Agus menekankan bahwa praktik semacam ini perlu diluruskan, apalagi jika sudah menjurus ke pungutan liar.
“Yang perlu ditegaskan adalah Peraturan Bupati yang melarang aparatur desa memungut biaya apapun dari warga untuk pengukuran tanah,” tambahnya.
"Jadi, apabila di saat warga mau memperjuangkan hak-haknya dalam ketentuan undang-undang dan merasa di kriminalisasi aparutur desa, maka GRIB JAYA siap mendampingi dalam segi apapun, " pungkasnya.
Aturan Resmi dan Hak Warga
Berdasarkan regulasi nasional dan daerah, proses pengukuran dalam program PTSL tidak dikenakan biaya resmi dari pemerintah. Warga hanya boleh dibebani biaya praproses ringan, seperti pembelian patok, materai, dan fotokopi, yang besarnya maksimal Rp150.000 – Rp350.000 tergantung wilayah, dan harus disepakati bersama secara transparan melalui musyawarah desa.
Jika ada pihak yang memungut biaya di luar ketentuan, terlebih tanpa dasar hukum dan tanpa musyawarah, maka itu berpotensi sebagai pungutan liar (pungli).
Warga Bisa Menolak dan Melapor
Masih menurut Agus Adodi, warga berhak menolak apabila ada pungutan yang tidak sesuai aturan.
“Kalau memang perangkat desa melakukan pungutan liar di luar ketentuan yang sudah ditetapkan oleh undang-undang, warga berhak menolak. Dan kalau dengan penolakan itu aparatur desa tidak mau bekerja sebagaimana mestinya, tinggal laporkan ke dinas terkait,” tegasnya.
Langkah Bijak untuk Masyarakat:
- Tanyakan dulu dasar hukum setiap biaya yang diminta.
- Minta bukti pembayaran jika ada biaya resmi dari panitia PTSL desa.
- Simpan dokumentasi percakapan, kuitansi, atau saksi jika ada kejanggalan.
- Jika perlu, laporkan ke Polres, Inspektorat, atau Ombudsman untuk ditindaklanjuti.
Jadi, pengukuran tanah tidak boleh menjadi ladang pungutan liar. Masyarakat berhak mendapat pelayanan secara adil dan sesuai hukum. Budaya memberi uang bensin atau rokok sebaiknya tidak menjadi kewajiban, apalagi jika dikemas sebagai biaya resmi tanpa aturan. Pemerintah daerah melalui Perbup telah menegaskan: aparatur desa tidak boleh meminta pungutan apa pun dalam proses pengukuran tanah.
Redaksi Queensha Jepara mengajak masyarakat untuk aktif memahami hak-haknya, menolak pungli, dan mendukung tata kelola pertanahan yang bersih dan akuntabel.
***