Notification

×

Iklan

Iklan

Royalti Musik di Radio Masih Mandek, LMKN Diminta Lebih Tegas dan Profesional

Senin, 11 Agustus 2025 | 07.29 WIB Last Updated 2025-08-11T00:29:52Z

Foto, ilustrasi studio penyiaran radio.

Queensha.id - Jakarta,


Polemik pembayaran royalti musik di Indonesia kembali mencuat. Meski Undang-Undang Hak Cipta sudah tegas mengatur kewajiban bagi semua pihak yang memanfaatkan musik secara komersial, kenyataannya, masih banyak stasiun radio yang belum membayar royalti secara penuh. Musisi senior Ikang Fawzi pun angkat suara, mendesak Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk bekerja lebih profesional.


“LMKN harus menjadi rumah yang aman dan dipercaya para pencipta lagu. Kalau soal radio masih berlarut-larut, artinya ada yang keliru dalam tata kelolanya,” kata Ikang Fawzi di Jakarta, Senin (11/8/2025).



Dasar Hukum Jelas, Penegakan Tertatih


Kewajiban membayar royalti tertuang dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, khususnya Pasal 87 hingga 95. Aturan ini menyebut, setiap pihak yang memanfaatkan lagu atau musik untuk kepentingan komersial baik secara langsung maupun tidak langsung dan wajib membayar royalti melalui LMKN atau Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Ketentuan itu berlaku tanpa pengecualian, termasuk untuk media penyiaran seperti radio.


Namun, di lapangan, penerapan aturan ini jauh dari ideal. Penelusuran awak media menemukan sedikitnya empat penyebab utama macetnya pembayaran royalti oleh radio:


  1. Perbedaan Persepsi – Sebagian pengelola radio beranggapan pemutaran lagu justru mempromosikan artis, bukan penggunaan komersial. LMKN menegaskan pandangan ini keliru.
  2. Tarif Belum Seragam – Belum ada kesepakatan tarif nasional. Ada yang mengusulkan tarif flat, ada pula yang ingin dihitung berdasarkan durasi lagu.
  3. Pengawasan Lemah – Penagihan di sektor penyiaran lebih rumit dibanding kafe atau hotel, sehingga pengawasan kerap tertunda.
  4. Warisan Sistem Lama – Sebelum UU Hak Cipta 2014, kerja sama radio dan label sering tidak melibatkan pembayaran royalti terpisah.



LMKN Siapkan Skema Baru


Menanggapi situasi ini, LMKN berjanji memperluas penarikan royalti ke semua sektor, termasuk radio. 


“Tidak ada pengecualian. Semua yang memanfaatkan musik untuk bisnis harus tertib bayar,” tegas salah satu pengurus LMKN.


Mereka kini tengah merancang skema tarif yang dinilai adil bagi seluruh pihak, sekaligus meningkatkan transparansi penggunaan dana. Langkah ini diharapkan memulihkan kepercayaan pelaku industri musik terhadap lembaga pengelola royalti.



Royalti dan Kepercayaan Publik


Pengamat musik menilai, sengkarut ini bukan semata soal angka, tapi juga soal kepercayaan. Transparansi dan komunikasi menjadi kunci agar pencipta lagu, musisi, dan pelaku usaha bisa sama-sama diuntungkan.


“Kalau pengelolaan jelas dan adil, tidak ada alasan lagi untuk menghindar dari kewajiban,” ujarnya.


Kasus royalti radio ini menjadi pengingat bahwa regulasi sekuat apapun akan percuma jika penegakannya tumpul. Tantangannya kini ada di tangan LMKN dan apakah mampu membuktikan profesionalismenya, atau kembali menuai kritik dari publik dan pelaku industri musik.


***

Sumber: MM.

×
Berita Terbaru Update