Foto, sekolah SMP negeri 2 Teras, Boyolali. |
Queensha.id - Boyolali,
Polemik penjualan seragam sekolah kembali mencuat di Kabupaten Boyolali. Seorang wali murid SMPN 2 Teras, Heru Waskito, harus mengadu ke DPRD Boyolali setelah anaknya tak mendapat seragam olahraga karena pembayaran belum lunas.
Heru, yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek pangkalan, menceritakan bahwa dirinya sudah berupaya keras melunasi biaya seragam. Ia bahkan menjual televisi rumah seharga Rp 450 ribu demi membayar sebagian dari total tagihan seragam senilai Rp 841 ribu. Namun, uang itu masih kurang Rp 391 ribu.
“Kekurangannya Rp 391 ribu. Karena kurang itu, anak saya belum mendapat seragam olahraga,” ujar Heru dengan suara bergetar di Gedung DPRD Boyolali, Jumat (15/8/2025).
Anak Menangis dan Tak Masuk Sekolah
Heru menuturkan, pada Kamis (14/8), putrinya pulang sekolah sambil menangis. Di kelas, saat pembagian seragam olahraga, sang guru memanggil siswa satu per satu. Ketika gilirannya tiba, anak Heru tidak diberi seragam.
“Gurunya bilang, karena belum lunas bayarnya. Hanya anak saya yang tidak dapat. Akhirnya hari ini anak saya tidak masuk sekolah karena malu,” kata Heru.
Heru mengaku sudah meminta kebijaksanaan pihak sekolah agar seragam diberikan terlebih dahulu. Ia berjanji akan melunasi setelah dana Program Indonesia Pintar (PIP) cair. Namun permintaan itu ditolak.
Bantuan Bupati Tak Membuahkan Hasil
Setelah kisahnya mencuat, staf Bupati Boyolali memberikan bantuan Rp 400 ribu kepada Heru untuk melunasi kekurangan pembayaran. Heru pun kembali mendatangi sekolah dengan membawa uang tersebut.
Namun alih-alih membawa pulang seragam anaknya, Heru pulang dengan tangan hampa. Pihak sekolah berdalih tidak terlibat dalam jual beli seragam dan menyatakan pengadaan dilakukan pihak luar. Heru pun tak kuasa menahan air mata.
Pihak Sekolah dan DPRD Angkat Bicara
Kepala SMPN 2 Teras, Purwanto, membantah sekolah ikut campur dalam pengadaan seragam. “Terus terang kami tidak tahu masalah seragam ini. Nanti coba saya koordinasi dengan guru yang mengurus,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Boyolali, Suyadi, menilai pihak sekolah tidak bisa lepas tangan. “Kami sangat menyayangkan langkah yang diambil pihak sekolah. Dari keterangan yang ada, sekolah jelas terlibat dalam pembagian seragam. Saat guru memanggil siswa satu per satu dan menyebut ada yang belum bayar, itu sudah merendahkan mental anak,” tegasnya.
Menurut Suyadi, persoalan ini harus segera ditangani Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Boyolali. Ia menegaskan sekolah seharusnya tidak lagi bermain-main dalam urusan seragam karena aturan sudah jelas melarang.
Larangan Fasilitasi Penjualan Seragam
Plt Kepala Disdikbud Boyolali, M Arief Wardianta, sebelumnya telah menegaskan bahwa sekolah maupun tenaga pendidik dilarang melakukan fasilitasi, baik langsung maupun tidak langsung, terkait pengadaan seragam, LKS, maupun perlengkapan belajar lainnya.
“Seragam, LKS, buku, dan sebagainya itu sesuai ketentuan menjadi kewenangan wali murid. Sekolah tidak boleh memfasilitasi, apalagi menjual langsung,” tegas Arief.
Kasus ini menjadi potret nyata masih lemahnya implementasi aturan larangan penjualan seragam di sekolah. Heru berharap, kejadian yang menimpa anaknya menjadi yang terakhir, agar siswa lain tidak mengalami hal serupa.
***
Sumber: dtk.