Notification

×

Iklan

Iklan

BPK Soroti Belanja Publikasi Sekretariat DPRD Jepara: Selisih Rp813 Juta, Indikasi Pemborosan Anggaran

Senin, 22 September 2025 | 17.21 WIB Last Updated 2025-09-22T10:22:01Z

Foto, ilustrasi. Portal media online dan uang.


Queensha.id - Jepara,


Belanja jasa publikasi media online yang dilakukan Sekretariat DPRD Kabupaten Jepara pada Tahun Anggaran 2024 menjadi sorotan tajam Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Tengah.


Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 61.B/LHP/XVIII.SMG/05/2025 tentang Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan, BPK menemukan adanya selisih harga signifikan antara tarif belanja publikasi yang dibayarkan Sekretariat DPRD dengan tarif di instansi lain, seperti Diskominfo Jepara dan Disparbud Jepara, untuk layanan serupa.



Selisih Rp813 Juta


Hasil pemeriksaan menunjukkan total selisih anggaran mencapai Rp813.485.000 untuk delapan media online. Contohnya, media SMM dibayar Rp5 juta per berita oleh Sekretariat DPRD, sementara Diskominfo Jepara hanya membayar Rp1 juta dengan spesifikasi tayang 7 hari yang sama.


Ketimpangan tarif juga ditemukan pada media lainnya, seperti Rdr K, LNG N, Hrtr.com, dan beberapa portal berita lain.


BPK mencatat bahwa pembayaran dilakukan tanpa justifikasi biaya yang memadai dan tanpa dokumen pendukung resmi, seperti struktur tarif atau invoice riil dari media yang bersangkutan.



Komponen Biaya Tak Terverifikasi


Dalam Tabel 8 LHP, BPK mengungkap adanya komponen biaya Rp428.756.058 yang tidak dapat diverifikasi. Angka ini muncul karena tidak ada bukti pendukung yang menjelaskan detail pembentuk harga.


Menurut auditor, hal tersebut menunjukkan adanya ketidakefisienan, pemborosan anggaran, dan potensi maladministrasi dalam pengelolaan belanja publikasi.



Rekomendasi BPK


BPK merekomendasikan agar Sekretariat DPRD Jepara:


  • Menyusun struktur pembentuk harga yang wajar dan transparan,
  • Melakukan evaluasi atas pengadaan jasa publikasi,
  • Mengembalikan kelebihan pembayaran apabila terbukti tidak sesuai ketentuan.


Selain itu, BPK juga menyoroti sejumlah temuan lain di lingkungan Pemkab Jepara, antara lain:


  • Disparbud Jepara tidak menyetorkan retribusi Pantai Bandengan secara rutin,
  • BPKAD belum mendata 28 unit reklame baru sehingga tidak dikenai pajak,
  • 12 paket proyek fisik tidak sesuai volume dan spesifikasi dengan potensi kerugian Rp255.476.000.



Dugaan Korupsi Sistematis


Praktik ini diduga membuka celah terjadinya korupsi sistematis, karena penyaluran anggaran dilakukan melalui penunjukan langsung tanpa tender terbuka, tanpa MoU formal, dan tanpa laporan output tayang.


Haryanto, Pemimpin Redaksi salah satu media lokal, menegaskan bahwa pola seperti ini sudah cukup menjadi indikator pelanggaran serius.


“Kalau kerja sama dilakukan diam-diam, tanpa tender, tanpa transparansi, lalu tidak dilaporkan ke publik — itu sudah indikasi kuat adanya penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.



Respons Pihak Terkait


Saat dikonfirmasi, Arif Darmawan, Kepala Diskominfo Jepara, hanya menjawab singkat: “Ya, Mas”, tanpa penjelasan lebih lanjut.


Sementara itu, Moh. Eko Udoyyono, Kepala Disparbud Jepara, belum memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.



Tuntutan Publik


Masyarakat sipil, aktivis antikorupsi, dan kalangan media mendesak agar dilakukan:


  • Audit forensik atas seluruh anggaran publikasi,
  • Publikasi terbuka daftar media mitra resmi,
  • Klarifikasi kontrak dan hasil tayang,
  • Sanksi administratif maupun pidana terhadap pihak yang terbukti melanggar hukum.


Kasus ini memperlihatkan lemahnya kontrol internal Pemkab Jepara dalam pengelolaan dana publik. Jika dugaan penyaluran anggaran di luar mekanisme resmi ini terbukti, maka praktik tersebut bukan hanya mencederai prinsip transparansi, tetapi juga berpotensi kuat masuk ke kategori korupsi struktural.


***

Editor: Queensha dan Tim Liputandesa.id
Sumber: LHP BPK RI Provinsi Jawa Tengah, 26 Mei 2025.


×
Berita Terbaru Update