Notification

×

Iklan

Iklan

Iri dengan Tetangga Tak Ada Habisnya, Merendah Lebih Baik daripada Ria

Selasa, 09 September 2025 | 07.23 WIB Last Updated 2025-09-09T00:40:37Z

Foto, edukasi sosial dari Mamah Dedeh.

Queensha.id - Jepara,


Konflik sosial dalam kehidupan bertetangga kerap muncul bukan karena persoalan besar, melainkan hal-hal kecil yang dipicu rasa iri. Mulai dari omongan ringan di teras rumah, cerita sehari-hari saat arisan, hingga barang-barang bermerek yang dipamerkan. Seolah ada persaingan terselubung, siapa yang lebih kaya, siapa yang lebih berpengaruh, dan siapa yang lebih bahagia.


Fenomena semacam ini membuat hubungan bertetangga yang seharusnya harmonis justru dipenuhi ketegangan.


“Kadang cuma cerita arisan bisa jadi bahan sindiran. Kalau ada yang beli barang baru, langsung dibanding-bandingkan. Lama-lama jadi iri,” ungkap Bu Endah (40), warga asal Jepara, Selasa (9/9).



Hal senada disampaikan Bu Icha (35), tetangganya. Menurutnya, tak jarang ada orang yang tak mau kalah soal cerita.
“Misalnya, ada yang bilang habis jalan-jalan ke luar kota, yang lain merasa harus cerita lebih jauh, lebih mahal, lebih wah. Padahal kalau sudah begitu, obrolan jadi ajang pamer, bukan lagi sekadar cerita,” katanya.



Tak hanya cerita, barang-barang bermerek pun kerap menjadi pemicu. Tas, perhiasan, hingga perabotan rumah tangga seakan dijadikan alat ukur gengsi.
“Padahal hidup bertetangga seharusnya saling mendukung, bukan saling merendahkan. Kalau terus-terusan iri, akhirnya bisa muncul gosip, bahkan dendam,” jelas Pak RT Abidin.



Gosip dan Rasa Ingin Tahu


Selain iri, kebiasaan suka bergosip juga memperkeruh keadaan. Saat satu orang terlalu ingin tahu urusan tetangga, informasi yang beredar seringkali tidak sesuai fakta. Dari situlah muncul kesalahpahaman yang berujung pada konflik.


“Awalnya hanya cerita kecil, tapi karena dibumbui sana-sini, jadinya besar. Itu yang bikin retak hubungan bertetangga,” tambah Pak RT.



Solusi: Merendah, Bukan Ria


Tokoh masyarakat menekankan pentingnya sikap rendah hati dalam menjaga keharmonisan lingkungan. Tidak perlu memamerkan harta, perjalanan, atau keberhasilan anak-anak di depan tetangga, karena setiap orang memiliki rezeki yang berbeda.


Menurut ajaran Islam, sifat iri, dengki, dan ria (pamer) termasuk penyakit hati yang berbahaya. Rasulullah SAW pernah mengingatkan bahwa “Hati-hatilah kalian dari sifat iri, karena iri itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.”



Ustaz Hasyim, pengasuh salah satu majelis taklim di Jepara, menjelaskan bahwa sifat iri dan pamer bisa merusak hubungan sosial sekaligus mengurangi pahala.



“Dalam Islam, dianjurkan untuk memperbanyak syukur. Kalau tetangga mendapat nikmat, doakanlah kebaikan, jangan malah iri. Dan kalau kita punya rezeki, sebaiknya berbagi, bukan dipamerkan. Itu jauh lebih mendatangkan berkah,” terangnya.


Ia juga menambahkan bahwa hidup sederhana dan tidak berlebihan adalah kunci untuk menghindari konflik. “Merendah lebih baik daripada ria. Orang yang rendah hati akan dicintai tetangga, sementara orang yang suka pamer justru dijauhi,” ujarnya.



Menjaga Keharmonisan


Masyarakat berharap agar perbedaan kondisi ekonomi atau gaya hidup tidak lagi dijadikan bahan perbandingan. Justru dengan saling menghargai, kehidupan bertetangga akan terasa lebih tenang.


“Kalau kita bisa merendah, hidup jadi tenang. Tidak ada iri, tidak ada pamer, tidak ada gosip yang merugikan. Justru yang ada saling menghargai,” pungkas Bu Endah.


***

×
Berita Terbaru Update