Foto, seorang pedagang keliling yang membawa dagangan di kaleng besar yang terlihat sangat lelah. |
Queensha.id - Semarang,
Tak jarang kita melihat seorang istri marah-marah kepada suaminya hanya karena sang suami tidak mampu memenuhi semua keinginannya. Bahkan ada anak yang berbicara kasar kepada ayahnya karena tidak dibelikan barang yang ia mau.
Padahal, tak ada kepala keluarga yang tidak ingin melihat keluarganya bahagia. Mereka bekerja keras, banting tulang, dan berjuang setiap hari demi membawa pulang nafkah halal.
Di balik senyum seorang ayah, ada jutaan tetes keringat yang tercurah.
Mungkin saja, suami atau ayah kita sering dicaci bosnya di tempat kerja. Mungkin ia mendapat hinaan dari orang lain. Bisa jadi ia menahan lapar, hanya demi bisa membawa pulang uang belanja. Bahkan, tanpa sepengetahuan keluarga, mungkin ia pernah mempertaruhkan keselamatannya demi memastikan anak dan istrinya tetap bisa makan dengan layak.
Sebelum seorang istri cemberut, renungkanlah berapa juta keringat yang sudah diperas dari tubuh suami. Sebelum marah, tataplah matanya. Mungkin di balik tatapan itu ada air mata yang ia sembunyikan demi kebahagiaan keluarganya.
Suara Warga
Ibu-ibu di Demak mengaku tersentuh dengan fenomena ini.
“Kami jadi sadar, jangan gampang marah ke suami. Kadang saya hanya melihat suami pulang capek, tapi tidak pernah tahu betapa berat perjuangan dia di luar. Alhamdulillah, semoga lelahnya jadi berkah,” ujar Sulastri (40), warga Mranggen, Demak.
Sementara itu, warga Semarang menambahkan pentingnya saling menghargai di dalam rumah tangga.
“Suami itu bukan mesin uang. Kalau belum bisa belikan ini-itu, ya kita harus mengerti. Saya percaya rezeki itu datang kalau kita saling mendukung, bukan saling menyalahkan,” kata Nur Hidayah (35), warga Pedurungan, Semarang.
Pandangan Ulama
KH. Bahauddin Nursalim (Gus Baha), ulama asal Rembang yang dikenal luas di Indonesia, menekankan pentingnya menghormati perjuangan seorang suami.
“Suami mencari nafkah itu jihad. Walau terlihat sederhana, kerja keras itu bernilai ibadah jika diniatkan untuk keluarga. Maka seorang istri dan anak-anak harus menghargainya, bukan merendahkannya,” ujarnya dalam sebuah pengajian.
KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) juga pernah menegaskan bahwa keluarga harus menjadi tempat suami beristirahat dari kerasnya dunia luar.
“Jangan sampai suami mendapat masalah di rumah setelah lelah di luar. Justru rumah harus menjadi tempat tenang, tempat pulih, dan tempat kasih sayang,” katanya.
Pandangan Islam
Dalam Islam, kedudukan seorang ayah atau suami yang mencari nafkah sangat mulia. Rasulullah SAW bersabda:
“Satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar untuk memerdekakan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu.” (HR. Muslim).
Ayat Al-Qur’an juga menegaskan peran suami dalam memberi nafkah:
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka...” (QS. An-Nisa: 34).
Jadi, ayah bukan sekadar pencari nafkah, melainkan pahlawan keluarga yang setiap hari mempertaruhkan keringat, tenaga, bahkan air matanya demi kebahagiaan istri dan anak-anak. Maka sudah sepatutnya keluarga menghargai perjuangan itu, agar rumah tangga tetap menjadi tempat penuh cinta dan doa.
***