Foto, ilustrasi seorang perempuan memohon kepada suaminya agar tidak ditinggalkan karena sesuatu hal. |
“Sudah lima bulan kita menikah, Mel. Mau sampai kapan kita jalani hubungan seperti ini?” tanya Danu suatu malam dengan nada kecewa.
Namun, Melani hanya menjawab singkat, “Aku belum siap, Mas. Tolong pahami.”
Kecurigaan Suami
Kondisi itu membuat Danu resah. Tekanan datang dari keluarga dan lingkungan sekitar yang terus bertanya kapan mereka akan memiliki momongan. “Aku harus jawab apa kalau sebenarnya istriku bahkan belum mau menerima nafkah batin dariku?” ungkap Danu, Jum'at (19/9).
Kecurigaan semakin memuncak ketika ia mendapati sang istri kerap berlama-lama di kamar mandi tiap malam. Ia sempat menduga ada rahasia lain yang disembunyikan Melani.
Hingga suatu dini hari, Danu mendapati Melani dalam kondisi lemas keluar dari kamar mandi. Rambutnya acak-acakan, kancing bajunya terbuka sebagian, dan tubuhnya bergetar. Ketika ditanya, Melani hanya menjawab singkat, “Perawatan sebelum tidur.”
Rahasia yang Terbongkar
Namun malam itu menjadi titik balik. Danu mendapati pesan di ponsel istrinya dari nomor dengan simbol hati. Saat dicecar pertanyaan, Melani menangis.
“Aku takut, Mas. Aku malu. Aku bukan seperti wanita pada umumnya,” ucapnya terbata.
Danu sempat menduga ada orang ketiga. Namun ketika akhirnya berani bertanya lebih dalam, Melani mengungkapkan kebenaran pahit. Ia ternyata korban kekerasan seksual di masa lalu. Peristiwa kelam itu meninggalkan trauma yang membuatnya sulit menerima sentuhan laki-laki, bahkan dari suaminya sendiri.
“Aku ingin jadi istri yang baik, tapi setiap kali mencoba, bayangan itu selalu muncul. Aku tidak bisa mengendalikan rasa takutku,” kata Melani sambil menangis.
Jalan yang Tidak Mudah
Pengakuan itu membuat Danu terdiam. Ia mengaku kecewa, tapi juga tidak tega meninggalkan istrinya. “Kalau ini memang ujian pernikahan, aku harus belajar lebih sabar. Tapi tentu tidak mudah,” katanya.
Psikolog keluarga dari Universitas Diponegoro, Rina Suryaningsih, menilai kasus seperti yang dialami pasangan muda ini bukan hal baru. “Trauma seksual bisa sangat memengaruhi kehidupan pernikahan. Butuh dukungan pasangan dan juga terapi profesional untuk memulihkan kondisi korban,” jelasnya.
Ketua RT setempat, Sugeng Riyadi, yang mengetahui kondisi pasangan ini mengatakan bahwa warganya kerap memberi dukungan moral. “Kami paham ini bukan masalah sepele. Saya sudah sampaikan ke keluarga, jangan menekan pasangan muda ini dengan pertanyaan soal anak. Mereka butuh waktu, bukan desakan,” katanya.
Kini, pasangan Danu dan Melani masih berjuang membangun rumah tangga dengan jalan yang tidak biasa. Mereka mulai membuka diri untuk mencari bantuan medis dan psikologis.
Bagi Danu, keputusan itu bukan hanya soal menunggu malam pertama, melainkan tentang menyembuhkan luka lama yang dialami istrinya. “Aku tidak ingin menyerah. Aku ingin kami sama-sama sembuh dan bahagia,” tutupnya.
***
Sumber: Investigasi Narasumber.