Foto, tangkap layar dari unggahan akun Facebook dari berbagai sumber. |
Queensha.id - Makassar,
Dunia pendidikan kembali menjadi sorotan setelah beredar foto seorang siswa yang tampak santai merokok di sebelah gurunya di salah satu sekolah di Makassar. Guru berusia 51 tahun bernama Ambo pun langsung dipanggil ke Dinas Pendidikan Kota Makassar untuk memberikan klarifikasi atas kejadian tersebut.
Dalam keterangannya, Ambo mengaku tidak menyangka momen itu akan menjadi viral di media sosial. Ia menjelaskan bahwa saat kejadian, dirinya hanya menegur sang siswa karena menaikkan kaki ke meja, tanpa menyadari bahwa murid tersebut juga sedang merokok.
“Saya memang mencium bau asap, tapi tidak melihat rokoknya secara langsung. Saya hanya fokus menegur soal sikap tidak sopan, takut nanti kalau bereaksi keras malah dianggap melanggar hak siswa,” ujar Ambo dengan nada menyesal.
Dilema Guru Zaman Sekarang
Kasus ini memicu perdebatan luas, terutama di kalangan guru. Banyak pendidik menyuarakan keprihatinan atas semakin tipisnya batas antara ketegasan dan pelanggaran hak asasi manusia di ruang kelas.
Bagi sebagian guru, menegur murid kini menjadi tindakan yang penuh risiko. Kesalahan sedikit saja bisa direkam, diunggah, dan viral lalu menimbulkan reaksi publik yang beragam.
Situasi ini membuat banyak guru memilih diam atau bersikap pasif, meski perilaku murid sudah tidak pantas.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar menegaskan bahwa ketegasan tetap harus dijaga.
“Ketegasan bukan berarti melanggar HAM, tapi bagian dari mendidik. Guru berhak menanamkan disiplin dan etika selama dilakukan dengan cara yang manusiawi dan mendidik,” katanya.
Pandangan Pengamat Sosial
Pengamat sosial terkemuka asal Universitas Indonesia, Dr. Rendra Wibisono, menilai kasus ini menggambarkan tantangan baru dalam dunia pendidikan di era digital. Ia menyebut fenomena ini sebagai bentuk “krisis otoritas guru” yang terjadi di banyak sekolah.
“Dulu, guru adalah figur moral yang disegani. Sekarang, banyak siswa dan orang tua memperlakukan guru seperti pelayan pendidikan. Begitu guru tegas sedikit, langsung dianggap kasar. Ini bahaya bagi proses pembentukan karakter bangsa,” ujarnya, Kamis (17/10/2025).
Menurut Rendra, lemahnya wibawa guru bukan hanya karena perubahan zaman, tetapi juga karena sistem pendidikan dan sosial yang semakin menempatkan guru dalam posisi serba salah.
“Guru dituntut profesional, tapi tanpa perlindungan yang memadai. Mereka harus sabar, ramah, dan saban hari menghadapi tekanan dari murid, orang tua, dan publik digital,” imbuhnya.
Rendra menegaskan bahwa sekolah perlu memperkuat pendidikan karakter dan komunikasi etika antara guru, siswa, dan orang tua. Ia juga menyarankan agar Dinas Pendidikan di seluruh daerah membuat aturan perlindungan profesi guru agar pendidik tidak selalu menjadi pihak yang disalahkan.
Cermin Realitas Pendidikan Kita
Kasus Ambo hanyalah satu potret kecil dari situasi yang lebih besar: guru di zaman modern sering harus menyeimbangkan antara idealisme dan kehati-hatian.
Mereka diharapkan bisa menjadi pendidik, konselor, penghibur, sekaligus pengendali emosi di tengah lingkungan sosial yang mudah tersulut dan sensitif terhadap kritik.
Namun di balik semua itu, para guru tetap hadir setiap pagi di depan kelas, membawa harapan bahwa anak-anak bangsa masih bisa tumbuh menjadi generasi yang tahu sopan santun dan menghargai ilmu.
Karena sejatinya, seperti kata pepatah lama,
“Jika guru kehilangan wibawa, maka bangsa kehilangan arah.”
***
"Artikel diatas tayang (di tahun 2016 yang lalu) untuk mengulas tentang dunia pendidikan yang menyedihkan, Queensha.id sekedar mengingatkan tentang pendidikan karakter, komunikasi etika antara guru, siswa, dan orang tua"